Rabu 17 Jun 2020 00:43 WIB

Tanpa Naikkan Tarif Maskapai Dinilai Bisa Bertahan

Okupansi hingga 70 persen disebut pakar harusnya cukup buat maskapai bertahan.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah petugas menggunakan masker dan pelindung wajah saat berjaga di Bandara Adi Soemarmo, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (12/6/2020). Pemerintah membolehkan maskapai menaikkan tarif batas atas tiket pesawat agar maskapai bisa bertahan di era pandemi Covid-19.
Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Sejumlah petugas menggunakan masker dan pelindung wajah saat berjaga di Bandara Adi Soemarmo, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (12/6/2020). Pemerintah membolehkan maskapai menaikkan tarif batas atas tiket pesawat agar maskapai bisa bertahan di era pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mempersilakan maskapai menjual tiket dengan harga yang menyentuh tarif batas atas (TBA). Pengamat Penerbangan Gatot Rahardjo mengatakan dengan ketentuan tarif yang ada saat ini yakni Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Negeri, maskapai masih bisa bertahan.

Terlebih saat ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sudah mengizinkan maskapai untuk beroperasi dengan kapasitas angkut 70 persen. "Dengan okupansi 70 persen itu maskapai sudah bisa bertahan, terutama jika mereka bisa menjual tiket di batas atas," kata Gatot, Selasa (16/6).

Baca Juga

Gatot menegaskan hal tersebut dapat terjadi jika okupansi 70 persen terisi penuh. Dengan begitu, Gatot menuturkan kenaikan tarif tiket pesawat tidak perlu dilakukan, tinggal maskapai dapat menggunakan TBA yang ditentukan pemerintah.

"Yang perlu dijaga itu jangan sampai nanti tiba-tiba karena desakan masyarakat, lalu pemerintah minta maskapai turunkan harga tiket. Itu yang akan bikin maskapai susah lagi," jelas Gatot.

Sementara itu, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan belum ada rencana penjualan tiket menyentuh TBA. "Kami belum melakukan perubahan tarif hingga saat ini," kata Irfan.

Sebelumnya pada kesempatan berbeda, Irfan mengatakan menaikan tarif tiket setelah transportasi udara dapat beroperasi kembali akan banyak membutuhkan pertimbangan. Terlebih jika banyak masyarakat banyak yang menolak kenaikan tarif tiket pesawat.

“Jadi buat apa menaikkan (tarif tiket) kalau orang tidak mau naik (pesawat). Jadi jelas, strategi kita adalah meningkatkan kembali kepercayaan diri masyarakat untuk naik pesawat lagi,” kata Irfan dalam diskusi terbuka secara virtual yang diselenggarakan Universitas Bina Nusantara, Selasa (16/6).

Irfan menegaskan Garuda akan lebih fokus dari waktu ke waktu untuk mengupayakan masyarakat mau menggunakan transportasi udara. Irfan juga menuturkan, Garuda tidak akan bersikeras meminta pemerintah untuk menaikkan kembali kapasitas angkut pesawat yang saat ini sudah dinaikan dari 50 persen menjadi 70 persen.

“Saya sampaikan ke teman-teman dipenerbangan, jangan ngotot 100 persen lah. Ini bukan tentang kita  dengan teman-teman Kemenhub. Begitu ini krisis lalu dinaikan menjadi 100 persen, lalu dempet-dempetan di pesawat, yang terjadi masyarakat tidak percaya diri dengan transportasi udara,” jelas Irfan.

Jika kepercayaan diri masyarakat menggunakan pesawat tidak kembali, Irfan menilai hal tersebut akan menghambat pemulihan industri penerbangan. Terlebih menurutnya banyak analis yang memprediksi pemulihan industri penerbangan setelah terdampak pandemi Covid-19 bisa mencapai dua hingga tiga tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement