Selasa 16 Jun 2020 16:25 WIB

Polisi Sebut Adanya TPPO Kasus ABK Loncat dari Kapal China

Para ABK itu tak digaji dan mendapat perlakuan kekerasan.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Agus Yulianto
Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) Long Xing 629.
Foto: Antara/Hasnugara
Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) Long Xing 629.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Humas Polda Kepulauan Riau (Kepri) Kombes Pol Harry Goldenhardt mengatakan, kasus dua ABK WNI Indonesia yang nekat melompat ke laut Selat Malaka dari kapal Fu Lu Qing Yuan Yu 901 merupakan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Sebab, para tersangka menjanjikan kedua ABK mendapatkan gaji yang besar. Namun, nyatanya ABK tersebut tidak digaji dan mendapatkan perlakuan kekerasan.

"Para tersangka ada yang ditahan di Polda Metro Jaya (PMJ) dan Polda Kepri. Totalnya tujuh tersangka," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika di Jakarta, Selasa (16/6). Mereka (tersangka) melakukan perekrutan Pekerja Migran Indonesia (PMI) untuk dipekerjakan di Korea Selatan sebagai buruh pabrik dengan iming-iming mendapatkan gaji sebesar Rp 25 juta sampai dengan Rp 50 juta perbulannya. Dengan persyaratan membayar biaya pengurusan sebesar Rp 50 juta per orang.

Namun, kata Harry, pada kenyataannya para korban dipekerjakan sebagai ABK di kapal penangkap ikan/cumi Yu-Qing Yuan Yu 901 yang berbendera China tanpa mendapatkan gaji selama kurang lebih empat sampai dengan tujuh bulan. Lalu, selama bekerja para korban mendapatkan perlakukan keras dan pemaksaan dari kru kapal. 

Harry mengungkapkan, dari hasil penelusuran dan penyelidikan bahwa yang melakukan pengurusan dan pemberangkatan korban untuk bekerja sebagai ABK kapal adalah sebuah perusahaan atas nama PT Mandiri Tunggal Bahari sebagai perekrut Pekerja Migran Indonesia atau ABK yang tidak memiliki ijin. 

"Dimana pada tanggal 18 mei 2020, direktur dan Komisaris PT tersebut telah resmi ditahan oleh ditreskrimum polda Jawa Tengah pada kasus perekrutan dan penempatan pekerja migran indonesia tanpa ijin/ illegal," kata dia.

Atas perbuatannya tersangka diancam dengan Pasal 2, Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dengan ancaman paling lama 15 Tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.

Sebelumnya diketahui, Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kepulauan Riau (Kepri) Kombes Pol Arie Darmanto mengatakan terdapat tujuh tersangka yang ditangkap terkait kasus dua Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang nekat melompat ke laut Selat Malaka dari kapal Fu Lu Qing Yuan Yu 901.

"Total seluruhnya ada tujuh tersangka. Semua saling berkaitan dalam satu kelompok yang memiliki tugas masing-masing. Tiga tersangka ditahan di Polda Kepri dan empat tersangka ditahan di Polda Metro Jaya (PMJ)," katanya saat dihubungi Republika di Jakarta, Senin (15/6).

Ketujuh tersangka tersebut yaitu AG ( Agus), D, (Daeng) , SP (Saprudin), KS ( Kusnanto) , S (Supri), Dikson ( DS) dan Riki (RK). Mereka melakukan penjualan pembuatan atau pemalsuan dokumen sertifikat Basic Safety Training (BST) sebagai syarat bekerja sebagai ABK kapal dan didapat salah seorang yang diduga melakukan pemalsuan dokumen.

"Jadi, masing-masing punya perannya tersangka DS berperan sebagai pemesan dokumen sertifikat BST. Tersangka RK sebagai hacker nomor register sertifikat BST. Lalu, tersangka S sebagai pembuat blanko sertifikat BST. Sedangkan SP sebagai pengetik identitas pengguna dan memalsukan cap dan tanda tangan sertifikat BST," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement