Selasa 16 Jun 2020 13:12 WIB

Mengasah Gergaji Bagi Aktivis Filantropi di Tengah Pandemi

Substansi mengasah gergaji adalah meningkatkan dan memperbaiki kemampuan.

Nana Sudiana (Sekjend FOZ & Direksi IZI)
Foto: dok. Pribadi
Nana Sudiana (Sekjend FOZ & Direksi IZI)

REPUBLIKA.CO.ID, Kalimat "Mengasah Gergaji" yang dalam bahasa Inggris-nya "Sharpen the Saw" bukanlah kalimat yang asing bagi kita. Kalimat ini dengan mudah ditemukan di buku-buku ber-genre motivasi atau nasihat-nasihat untuk kemajuan personal maupun organisasi. Kalimat ini semakin populer ketika digunakan Stephen R.Covey dalam bukunya yang berjudul The 7 Habits of Highly Effective People (Tujuh kebiasaan Manusia yg sangat efektif).

Dalam bukunya, Stephen R Covey menuliskan ada tujuh kebiasaan orang yang sangat efektif, yaitu: pertama menjadi proaktif,  kedua memulai dengan tujuan akhir, ketiga mendahulukan yang utama, keempat berpikir menang menang, kelima berusaha untuk memahami lebih dahulu baru dipahami, keenam mewujudkan sinergi, ketujuh mengasah gergaji.

Di buku tersebut, Covey mengelompokan ketujuh kebiasaan efektif menjadi tiga bagian yaitu: Bagian pertama, yakni kebiasaan 1, 2, dan 3 berfokus pada penguasaan diri dan berpindah dari ketergantungan ke kemandirian. Bagian kedua, yaitu kebiasaan 4, 5, dan 6 yang berfokus pada pengembangan kerja tim, kolaborasi, dan kemampuan komunikasi, dan bergerak dari kemandirian menuju saling ketergantungan. Bagian ketiga, yaitu kebiasaan yang ketujuh (7) yang difokuskan pada pertumbuhan dan peningkatan yang berkesinambungan, dan mewujudkan semua kebiasaan lainnya.

Sebagaimana kita baca dari buku tadi, ketujuh kebiasaan manusia yang sangat efektif mencakup banyak prinsip dasar dari efektivitas manusia. Kebiasaan-kebiasaan ini bersifat mendasar dan merupakan hal yang primer. Ketujuh kebiasaan ini pula menggambarkan internalisasi prinsip-prinsip yang benar yang menjadi dasar kebahagiaan dan keberhasilan yang langgeng bagi kehidupan manusia.

Dalam tulisan singkat kali ini, kita tidak akan menjelaskan ketujuh kebiasaan yang digambarkan Stephen R Covey, namun hanya akan fokus pada mendeskripsikan bagaimana kebiasaan yang ketujuh, yakni "Mengasah Gergaji" bisa dilakukan para aktivis filantropi di tengah Pandemi Covid-19 seperti saat ini.

Urgensi "Mengasah Gergaji"

Buku Stephen R Covey memang spesial. Ia adalah buku serius dan berparadigma besar namun diramu dan dijabarkan dengan kalimat-kalimat yang sederhana dan lugas. Dalam buku ini, kita diberikan gambaran awal tentang berapa banyak individu yang telah mencapai tingkat keberhasilan luar biasa, tetapi masih mendapati diri mereka berjuang untuk kebutuhan batin dengan mengembangkan efektivitas pribadi dan meningkatkan hubungan yang sehat dengan orang lain.

Saat membaca buku ini, kita jadi tahu bagaimana cara kita melihat dunia. Cara kita melihat sesungguhnya didasarkan pada persepsi kita sendiri. Dan untuk mengubah situasi tertentu, ternyata kita harus rela mengubah diri kita sendiri.

Adapun untuk mengubah diri kita sendiri, kita harus pula bersedia mengubah persepsi yang kita miliki saat ini. Tidak mudah bukan?

Pada awalnya, kita memandang bahwa kesuksesan itu soal materi. Kesuksesan itu erat hubungannya dengan kedudukan, dan juga jabatan. Namun Covey justru mengatakan dibukunya bahwa fondasi kesuksesan didasarkan pada etika karakter (hal-hal seperti integritas, kerendahan hati, kesetiaan, kesederhanaan, keberanian, keadilan, kesabaran, industri, kesederhanaan, kerendahan hati, dan golden rules).

Dalam buku ini juga Steven Covey menjelaskan bahwa ada perubahan dalam cara manusia mendefinisikan kesuksesan dari waktu ke waktu. Kesuksesan menurutnya telah bergeser ke arah “etika kepribadian” (di mana kesuksesan adalah fungsi kepribadian, citra publik, sikap dan perilaku).

Dengan begitu, kesuksesan hidup bukanlah hal instan. Jika kita ingin sukses, tidak lantas meniru orang lain begitu saja. Saat melihat orang lain atau organisasi lain yang  sukses kita tidak lantas bertanya, “Bagaimana Anda melakukannya?" Lebih jauh malah meminta : "Ajari saya teknik yang Anda jalankan!”.

Jalan pintas meniru dari pihak lain belum tentu sesuai untuk kita. Walau mungkin jalan pintas ini akan menghemat usaha dan waktu yang kita miliki, tetapi bila tak ada proses yang tepat, justru akan menghancurkan kita di masa depan. Ia bisa jadi sebagai "penutup luka" instan, yang justru berisiko tidak menyembuhkan secara tuntas.

Covey mengajari kita agar kita fokus pada kemampuan internal untuk melihat secara jermih persolan yang kita miliki, termasuk potensi yang kita miliki. Begitu pula cara kita melihat masalah dalam kehidupan. Kita harus rela mendalami dan melihat dengan jernih setiap masalah kita sendiri.

Kata Covey, kita juga harus berusaha melakukan perubahan paradigma untuk mengubah diri kita secara fundamental. Perubahan ini juga tidak hanya akan mengubah sikap dan perilaku, namun harus mencapai perubahan yang sebenarnya. Ia juga tak hanya akan mampu menghasilkan solusi jangka pendek namun diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah besar yang lebih strategis dan mendasar.

Dalam menuju kesuksesan, bisa jadi kita masing-masing mempunyai banyak peta di dalam kepala kita. Namun karena sejumlah keterbatasan, kita sering hanya mengamsumsikan bahwa cara kita menuju jalan sukses yang akan kita tuju hanyalah jalan yang kita tahu dan kenali saja.

Kita juga kadang terjebak bahwa menuju kesuksesan adalah dengan fokus dan bekerja terus menerus tanpa henti. Dengan kemampuan yang kita miliki kita melakukan cara yang sama, berulang terus menerus.

Kita menafsirkan bahwa cara sukses, ya terus menuju jalan dan cara yang sama. Kita tidak sadar, kemampuan kita makin lama bisa makin tumpul dan makin lemah.

Substansi kalimat "Mengasah gergaji" adalah meningkatkan dan memperbaiki kemampuan yang dimiliki. Maknanya secara umun mengarah pada sebuah upaya memperbaharui diri secara terus-menerus dalam keempat bidang kehidupan dasar manusia: fisik, sosial (emosional), mental, dan ruhaniah.

Kebiasaan inilah yang akan meningkatkan kapasitas kita untuk menerapkan kebiasaan-kebiasaan efektif lainnya. Kebiasaan "mengasah gergaji" sangat berguna untuk menjaga kesegaran pikiran dan motivasi kita dalam menghadapi kehidupan. Kebiasaan ini juga tepat dilakukan ditengah pandemi yang membatasi berbagai aktivitas kehidupan kita.

Selain hal tadi, kebiasaan "mengasah gergaji" akan membantu meningkatkan kemampuan dan pengetahuan kita secara berkesinambungan. Stephen R Covey menggambarkan kebiasaan ini dengan ilustrasi seseorang yang sedang menggergaji sebatang pohon besar.

Berjam-jam ia menggergaji, tanpa ada kemajuan yang berarti. Tapi ia terus saja menggergaji, tanpa berhenti, tanpa hasil, dan tanpa menyadari bahwa gergajinya telah tumpul.

Ketika tak ada kesadaran untuk berhenti dan memeriksa gergajinya, maka ia justru akan terjerumus pada kegagalan. Ia harus berhenti dan mengambil waktu untuk mengasah gergajinya agar tajam kembali dan bisa digunakan dengan baik. 

Bila ia telah melakukan hal ini, tentu ia akan kembali menebang pohon dengan mudah dan cepat. Dengan gergaji yang telah tajam kembali, pekerjaan menebang pohon dan kemudian memotong-motongnya dengan gergaji, bukankah hal susah.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement