Selasa 16 Jun 2020 12:34 WIB

Kepatuhan Masyarakat Penentu Dampak Pelonggaran PSBB

Kepatuhan yang lebih tinggi justru harus diterapkan ketika PSBB melonggar.

Sejumlah pedagang menerapkan jarak fisik saat berjualan di Pasar Perumnas Klender, Jakarta, Selasa (16/6). Perumda Pasar Jaya mulai menerapan protokol kesehatan serta jarak fisik untuk pedagang pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi sebagai upaya menekan penyebaran COVID-19 di wilayah pasar tradisional
Foto: Republika/Thoudy Badai
Sejumlah pedagang menerapkan jarak fisik saat berjualan di Pasar Perumnas Klender, Jakarta, Selasa (16/6). Perumda Pasar Jaya mulai menerapan protokol kesehatan serta jarak fisik untuk pedagang pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi sebagai upaya menekan penyebaran COVID-19 di wilayah pasar tradisional

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Grup peneliti DBS Bank menilai kepatuhan masyarakat untuk menaati protokol kesehatan akan menjadi penentu dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan dari pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sedang berjalan di beberapa wilayah di Indonesia.

Ekonom DBS Bank Radhika Rao melalui surat elektroniknya, Selasa (16/6), mengatakan kewaspadaan dan kepatuhan yang lebih tinggi harus diterapkan masyarakat Indonesia. Tujuannya untuk menurunkan tingkat penularan Covid-19 di tengah pelonggaran PSBB.

Baca Juga

Hal itu juga, kata Rao, tidak terlepas dari jumlah kasus Covid-19 di Indonesia yang masih terus meningkat. Pemerintah Indonesia telah menjelaskan lonjakan jumlah kasus positif Covid-19 dalam beberapa waktu terakhir, karena kapasitas pengujian sampel Covid-19 juga meningkat signifikan.

“Beberapa faktor memerlukan pengamatan cermat. Di antara blok ASEAN-6, Indonesia termasuk dalam kelompok negara-negara di mana kasus terus meningkat, bertolak belakang dengan negara-negara seperti, Vietnam atau Thailand, di mana jumlah kasus pada umumnya telah stabil,” kata dia.

Pemerintah Indonesia meningkatkan kapasitas pengujian spesimen agar mampu memperoleh gambaran lebih akurat tentang tingkat penyebaran infeksi Covid-19. Presiden Joko Widodo meminta kapasitas pengujian dapat mencapai 20 ribu sampel per hari dari 10 ribu sampel per hari.

Di pasar keuangan, Rao menilai aset rupiah dan obligasi Indonesia membaik dan sedang dalam pemulihan pada kuartal II 2020, setelah tertekan dengan aksi jual investor di kuartal I 2020 akibat sentimen global.

“Rupiah telah memangkas sebagian besar kerugiannya pada awal Juni 2020 dan keluar sebagai mata uang yang unggul di kawasan. Namun, penguatan rupiah akan membuatnya rentan terhadap pembelian saham yang telah mencapai titik support dalam jangka pendek,” ujarnya.

Rao melihat masih terdapat kemungkinan gejolak di pasar obligasi. Namun pernyataan Bank Indonesia untuk melakukan stabilisasi di pasar primer dan sekunder Surat Berharga Negara (SBN) bisa mencegah penurunan tajam harga SBN.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement