Senin 15 Jun 2020 16:14 WIB

Mei 2020, Impor Barang Modal Hingga Konsumsi Turun

Kontraksi impor terdalam terjadi pada bahan baku atau penolong.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Seorang pekerja memasukkan adonan kue ke oven di industri pembuatan kue kering Pusaka Kwitang, Jakarta, Rabu (29/4). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, terjadi penurunan impor pada seluruh jenis penggunaan barang pada bulan lalu.
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Seorang pekerja memasukkan adonan kue ke oven di industri pembuatan kue kering Pusaka Kwitang, Jakarta, Rabu (29/4). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, terjadi penurunan impor pada seluruh jenis penggunaan barang pada bulan lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, terjadi penurunan impor pada seluruh jenis penggunaan barang pada bulan lalu. Situasi ini yang menyebabkan kinerja impor juga mengalami kontraksi hingga 42,20 persen dibandingkan Mei 2019 dan kontraksi 32,65 persen dibandingkan April 2020 menjadi 8,44 miliar dolar AS. Nilai impor ini menjadi yang terendah sejak 2009.

Kepala BPS mengatakan, kontraksi terdalam terjadi pada bahan baku atau penolong. Pertumbuhannya negatif 43,03 persen dibandingkan tahun lalu, menjadi hanya 6,11 miliar dolar AS. Dengan kontribusi yang mencapai 72,42 persen, penurunan impor bahan baku atau penolong memberikan dampak signifikan terhadap kinerja impor secara keseluruhan.

Baca Juga

Secara bulanan, kontraksinya terlihat lebih baik yakni 34,66 persen dibandingkan April 2020. Ada beberapa bahan baku atau penolong yang mengalami penurunan cukup dalam. "Di antaranya, transmission portable receiver untuk keperluan hp (handphone), raw sugar dan gandum," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers live streaming, Senin (15/6).

Penurunan terbesar kedua terjadi pada barang modal. Penurunannya mencapai 40 persen dibandingkan Mei 2019 dan minus 29,01 persen dibandingkan April 2020, menjadi 1,39 miliar dolar AS.

Sejumlah barang modal yang mengalami penurunan impor adalah beberapa bagian untuk radio telepon atau telegrafi, juga untuk komputer. Selain itu, mesin pengepakan dan mesin oven serta komoditas lain.

Sementara itu, barang konsumsi mengalami kontraksi 39,83 persen secara tahunan menjadi 930 juta dolar AS. Secara bulanan, atau dibandingkan April 2020, pertumbuhannya negatif 23,08 persen.

Beberapa barang konsumsi yang mengalami penurunan terbesar adalah mesin AC, jeruk mandarin dari Cina dan mesin cuci. "Juga buah kurma, karena Ramadhan dan Idul Fitri sudah berlalu," ucap Suhariyanto.

Kinerja impor secara keseluruhan pada bulan lalu mengalami penurunan hingga 42,20 persen dibandingkan Mei 2019. Sedangkan, jika dibandingkan April 2020, penurunannya mencapai 32,65 persen.

Secara akumulasi Januari hingga Mei, kinerja impor jua terlihat mengalami kontraksi. Nilai impor pada lima bulan pertama tahun ini sebesar 60,15 miliar dolar AS, turun 15,55 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

Suhariyanto mengakui, saat ini, perkembangan ekonomi dunia masih buruk. Ekonomi global diprediksi mengalami kontraksi dengan tren pelemahan daya beli di banyak negara. "Karena masih banyak (negara) menerapkan physical distancing, jadi berpengaruh ke produksi juga yang berdampak pada neraca dagang Indonesia," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement