Jumat 12 Jun 2020 21:15 WIB

Persis: Intensif untuk Pesantren Harus Terukur dan Tepat

Persis meminta intensif untuk pesantren harus tepat sasaran.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (Persis), KH Jeje Zainuddin, mengingatkan bantuan pesantren harus tepat sasaran.
Foto: Dok Istimewa
Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (Persis), KH Jeje Zainuddin, mengingatkan bantuan pesantren harus tepat sasaran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (Persis), KH Jeje Zainuddin, menilai rencana pemberian insentif pondok pesantren saat diaktivasi nantinya harus diukur secara cermat. 

Hal itu agar insentif yang diberikan mampu mengakomodasi kebutuhan pesantren dalam menanggulangi pandemi virus corona jenis baru (Covid-19).

Baca Juga

Sebagaimana diketahui, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyusun insentif yang akan diberikan kepada dunia pesantren. Insentif diberikan dalam rangka reaktivasi pesantren di masa normal baru.

“Tentu saja kita (Persis) sangat mengapresiasi wacana pemberian insentif ini, tapi (insentif) yang diberikan harus tepat sasaran,” kata Ustadz Jeje saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (12/6).

Pemerintah mengerucutkan wacana alokasi insentif yang akan diberikan ke pesantren sebesar Rp 2,3 triliun. Namun sumber pendanaan tersebut pun masih belum dapat dipastikan lebih jauh, pemerintah masih mencari cara untuk sumber pendanaannya.

Kiai Jeje menjelaskan, dengan kriteria pesantren yang berbeda-beda di tiap wilayah, insentif yang disusun pun perlu dilandasi dengan ketersediaan data akurat. Misalnya, pesantren-pesantren yang tidak berada di wilayah Jabodetabek memiliki kondisi infrastruktur dan kekuatan finansial yang lebih lemah.

Sehingga pengukuran kriteria tentang insentif yang diberikan pun perlu disokong akurasi data. Jangan sampai, dia berpesan, insentif tersebut diterima secara tidak adil alias tumpang tindih.

“Masih banyak pesantren yang tidak memiliki sanitasi yang baik, bahkan tidak memiliki sumber air. Bila pesantren diaktivasi, maka untuk mencegah terjadinya klaster baru penyebaran Covid-19, hal ini pun perlu didata dengan serius oleh pemerintah,” ungkapnya.

Di sisi lain dia juga menggarisbawahi tentang insentif kepada guru honorer murni di pesantren. Yakni guru, ustadz, atau bahkan kiai yang hanya memiliki penghasilan dari hasil mengajar. Sedangkan selama wabah Covid-19 melanda, sektor ini pun paling terkena dampaknya.

Namun demikian hal terpenting yang harus diperhatikan pemerintah, lanjut dia, adalah mengenai skema aktivasi pesantren itu sendiri. Pemerintah dinilai harus menentukan dengan akurat zona pesantren mana saja yang masuk ke dalam kategori hijau dan merah.

Berdasarkan hasil pertemuan sejumlah elemen di rapat koordinasi nasional (rakornas) seperti Wakil Presiden, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pimpinan pondok pesantren seindonesia, kantor wilayah agama seindonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia, dan kementerian-kementerian terkait, belum lama ini, keputusan reaktivasi pesantren memang belum diketuk pasti.

“Kami ingin menyambut pembukaan pesantren. Namun kami juga mempertimbangkan masukan-masukan dari para ahli, terutama dari Ikatan Dokter Anak Indonesia yang bilang bahwa sangat riskan reaktivasi itu,” ujarnya.

Untuk itu pihaknya merasa perlu mengajukan pendapat apabila reaktivasi pesantren dilakukan. Yakni harus dibarengi dengan syarat yang harus dijalankan. Pertama, tentang kriteria zona yang jelas bagi pesantren, penerapan protokol kesehatan untuk menekan tumbuhnya klaster baru penyebaran di pesantren, serta insentif yang akurat terhadap lingkup pesantren. Baik insentif yang dialokasikan untuk bantuan moril maupun fisik pesantren.

Terlebih apabila masa normal baru diperkirakan panjang, kata dia, maka pesantren pun harus memiliki kesiapan ekstra untuk menangkal penyebaran di lingkupnya sendiri. Kebutuhan-kebutuhan kesehatan seperti disinfektan, masker, handsanitizer, hingga ruang isolasi yang sesuai dengan standar medis nasional pun dinilai bukanlah hal mudah yang dapat direalisasikan dalam skema insentif yang disusun.

“Ini (Covid-19) masanya akan panjang. Jika sampai akhir tahun ini saja, berapa banyak kebutuhan-kebutuhan kesehatan medis yang diperlukan pesantren? Dan tidak semua pesantren bisa memenuhi itu dalam kurun waktu yang lama,” ujar dia.  

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement