Jumat 12 Jun 2020 19:32 WIB

Tuntutan Ringan Penyerang Novel dan Satire untuk Jokowi

Novel Baswedan mengucap selamat kepada Jokowi terkait tuntutan terhadap penyerangnya.

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Nawir Arsyad Akbar, Dian Fath Risalah, Haura Hafizhah

Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, dua terdakwa penyerang penyidik KPK, Novel Baswedan dituntut 1 tahun penjara. Dalam sidang pembacaan nota tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6), jaksa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara menilai keduanya terbukti melakukan penganiayaan terencana yang mengakibatkan luka-luka berat.

Baca Juga

Menurut jaksa, kedua terdakwa tidak memenuhi unsur-unsur dakwaan primer soal penganiayaan berat dari Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Terdakwa dinilai jaksa hanya akan memberikan pelajaran kepada Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman air keras ke Novel Baswedan.

"Tapi di luar dugaan ternyata mengenai mata Novel Baswedan yang menyebabkan mata kanan tidak berfungsi dan mata kiri hanya berfungsi 50 persen saja artinya cacat permanen sehingga unsur dakwaan primer tidak terpenuhi," kata anggota jaksa penutut umum (JPU) Kejari Jakarta Utara Ahmad Fatoni, Kamis.

Dalam surat tuntutan disebutkan kedua terdakwa yaitu Ronny Bugis bersama-sama dengan Rahmat Kadi Mahulette tidak suka atau membenci Novel Baswedan. Keduanya menganggap Novel telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

"Seperti kacang lupa pada kulitnya, karena Novel ditugaskan di KPK padahal dibesarkan di institusi Polri, sok hebat, terkenal dan kebal hukum sehingga menimbulkan niat terdakwa untuk memberikan pelajaran kepada Novel dengan cara membuat Novel luka berat," ungkap jaksa.

JPU Kejari Jakarta Utara juga menyatakan ada sejumlah hal yang meringankan dalam perbuatan kedua terdakwa. Yaitu, belum pernah dihukum, mengakui perbuatan, bersikap kooperatif, dan mengabdi sebagai anggota Polri selama 10 tahun.

Sebagai korban penyerangan yang telah melalui proses panjang mencari keadilan, Novel mengaku prihatin dengan tuntutan ringan terhadap dua terdakwa. Ia bahkan sampai melemparkan kalimat bernada satire untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Pak Jokowi, selamat atas prestasi aparat Bapak, mengagumkan," kata Novel, Kamis.

Novel mengakui, sejak awal dirinya telah menduga persidangan terhadap Ronny dan Rahmat sekadar formalitas. Ia pun mengaku prihatin, lantaran sebagai aparat penegak hukum dirinya justru menjadi korban ketidakadilan hukum yang menyolok mata.

"Hari ini terbukti persepsi yang ingin dibentuk dan pelaku dihukum ringan. Keterlaluan memang, sehari-hari bertugas memberantas mafia hukum dengan UU Tindak Pidana Korupsi, tapi jadi korban praktik lucu begini."

Tim Advokasi Novel Baswedan mengaku tak puas dengan tuntutan 1 tahun penjara, terhadap dua terdakwa yang melakukan penyiraman air keras. Menurut mereka, persidangan di PN Jakarta Utara merupakan sandiwara yang memperolok hukum.

Anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Kurnia Ramadhana menilai tuntutan itu tidak sangat rendah. Tetapi, juga memalukan dan tidak berpihak pada korban kejahatan, yang notabenenya merupakan penyidik KPK.

"Alih-alih dapat mengungkapkan fakta sebenarnya, justru penuntutan tidak bisa lepas dari kepentingan elite mafia korupsi dan kekerasan," ujar Kurnia lewat pesan singkat kepada Republika, Kamis (11/6).

In Picture: Sidang Tuntutan Terdakwa Penyiram Air Keras Novel Baswedan

photo
Personel Kepolisian Polda Metro Jaya berjaga di depan ruang sidang saat sidang tuntutan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette disiarkan secara - (ANTARA/NOVA WAHYUDI)

Pegiat hak asasi manusia (HAM), yang selama ini dikenal ikut mendampingi Novel berobat dan menjalani proses hukum, Haris Azhar, menilai pengadilan kasus Novel rekayasa belaka. Hal ini terbukti dari tuntutan 1 tahun penjara terhadap dua orang terdakwa yang melakukan penyiraman air keras.

"Keduanya dipasang untuk mengakhiri polemik kasus Novel yang tidak kunjung jelas. Nuasa rekayasa sangat kental. Terbukti, sebagaimana ciri pengadilan rekayasa," ujar Haris kepada Republika, Kamis (11/6).

Haris sejak awal sudah meragukan kedua pelaku penyerangan Novel. Pasalnya, berdasarkan hasil investigasinya, ciri-ciri pelaku tidaklah sama dengan kedua terdakwa.

"Jadi, tuntutan rendah ini aneh, tapi wajar. Aneh, karena kejahatan yang kejam hanya dituntut rendah jika mereka diyakini pelaku. Wajar, ya karena memang sekedar boneka saja," ujar Haris.

KPK juga menyampaikan kekecewaannya terkait tuntutan ringan terhadap dua penyerang Novel Baswedan.

"KPK berharap majelis hakim akan memutus dengan seadil-adilnya dengan menjatuhkan hukuman maksimal sesuai dengan kesalahan dan perbuatan yang terbukti nantinya serta mempertimbangkan rasa keadilan publik, termasuk posisi Novel Baswedan sebagai korban saat menjalankan tugasnya menangani kasus korupsi," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menegaskan dalam pesan singkatnya, Jumat (12/6).

Ali menuturkan, kasus Novel Baswedan merupakan ujian bagi rasa keadilan dan nurani penegak hukum. Pasalnya, secara nyata ada penegak hukum, seperti pegawai KPK, yang menjadi korban ketika sedang menangani kasus-kasus korupsi besar saat itu.

"Kami akan terus menyerukan pentingnya perlindungan bagi para penegak hukum dalam menjalankan tugasnya," kata Ali menegaskan.

Adapun, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Argo Yuwono mengatakan, pihaknya menghormati keputusan jaksa terkait tuntutan 1 tahun penjara terhadap dua terdakwa penyerang penyidik KPK, Novel Baswedan. Sebab, tuntutan tersebut merupakan kewenangan jaksa.

"Kami hormati. Itu merupakan wewenang jaksa atas tuntutan ringan tersebut," katanya saat dihubungi Republika, Jumat (12/6).

photo
Sidang awal penyiraman air keras ke Novel Baswedan digelar. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement