Jumat 12 Jun 2020 16:07 WIB

LSI: Masyarakat Lebih Cemaskan Ekonomi Dibanding Virus

LSI Denny JA mengatakan masyarakat kini lebih cemaskan ekonomi dibandingkan virus

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Bayu Hermawan
Peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar sedang memaparkan hasil temuan mereka terkait dengan kecemasan ekonomi masyarakat di masa pandemi Covid-19.
Foto: istimewa/doc lsi denny ja
Peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar sedang memaparkan hasil temuan mereka terkait dengan kecemasan ekonomi masyarakat di masa pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengungkapkan bahwa terjadi pergeseran kecemasan masyarakat dari yang tadinya cemas terhadap virus Covid-19 berubah menjadi kecemasan terhadap ekonomi.  Peneliti LSI Denny JA Rully Akbar mengatakan ada lima alasan pergeseran kecemasan masyarakat tersebut.

"Pertama karena dipengaruhi meluasnya berita sukses penanganan covid-19 di banyak negara. Meluasnya berita tentang kesuksesan berbagai negara menangani virus, cukup mengurangi kecemasan publik terhadap virus tersebut," kata Rully dalam paparanya yang disiarkan melalui daring, Kamis (12/6).

Baca Juga

Alasan yang kedua yaitu adanya protokol kesehatan yang dianggap mampu mengurangi penyebaran virus. Rully mengatakan di era new normal saat ini ada pakem-pakem baru yang dilakukan masyarakat seperti menggunakan masker, jaga jarak, cuci tangan, agar masyarakat tetap melakukan aktifitas-aktifitas ekonomi seperti biasa.

"Ada pesan kuat walau tanpa vaksin, manusia punya alat lain untuk melawan atau melindungi diri dari virus dengan cara-cara new normal tadi," ujarnya.

Kemudian alasan ketiga yaitu adanya kemampuan ekonomi rumah tangga menurun. Rully mengatakan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berimbas pada pemasukan dan tabungan masyarakat yang menurun. Kecemasan masyarakat terhadap ekonomi rata-rata dirasakan oleh masyarakat kelas menengah ke bawah.

"Mereka yang ada di sektor menengah bawah dan sektor informal inilah yang menjadi mayoritas populasi di Indonesia," ucapnya.

Alasan keempat yaitu masyarakat yang terkapar ekonomi lebih besar jumlahnya. Rully menjelaskan, berdasakan data Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) sebanyak 1,9 juta orang di PHK. Alasan kelima yaitu grafik orang yang terpapar virus melandai.

"Fatality ratenya mulai menurun, jumlah mereka yang masuk dalam perawatan ke rumah sakit menurun walaupun sekaran konteks angka yang terpapar positifnya ada peningkatan tapi ini juga salah satu bentuk keberhasilan pemerintah juga dalam melakukan peningkatan spesimen tes," jelas Rully.

Rully menambahkan, kesulitan ekonomi yang dirasakan publik perlu diantisipasi agar tidak meledak menjadi kerusuhan sosial. Menurutnya ketika krisis ekonomi tidak bisa ditanggulangi dengan baik maka berpotensi berubah menjadi krisis sosial atau krisis politik.  

Selain itu LSI Denny JA juga merekomendasikan agar pemerintah memperbolehkan publik untuk bekerja kembali, namun dengan menerapkan protokol kesehatan. Terakhir pemerintah diharapkan gencar melakukan kampanye protokol kesehatan dengan melibatkan sebanyak mungkin tokoh masyarakat.

"Jadi lebih digencarkan kembali tidak hanya di level pemerintah pusat  maupun di pemerintah daerah, namun juga melibatkan tokoh masyarakat, youtuber, aktivis" tuturnya. 

Untuk diketahui kesimpulan hasil riset yang dilakukan LSI Dennya JA tersebut dilakukan melalui riset dengan metode kualitatif berdasarkan kajian tiga data sekunder yaitu Gallup Pol, Woldometer, LSI: Riset Eksperimental Denny JA dan Eriyanto. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement