Kamis 11 Jun 2020 23:24 WIB

Rekomendasi Psikolog Soal Gawai dan Pembelajaran Jarak Jauh

Psikolog mengingatkan agar pembelajaran jarak jauh tak sampai menjadi beban.

Dua anak menonton video belajar digital dari rumah di Bandung, Jawa Barat. Psikolog menyarankan agar materi pembelajaran jarak jauh dibuat ringkas agar tak menjadi beban bagi anak maupun orang tua.
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Dua anak menonton video belajar digital dari rumah di Bandung, Jawa Barat. Psikolog menyarankan agar materi pembelajaran jarak jauh dibuat ringkas agar tak menjadi beban bagi anak maupun orang tua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog dari Universitas Indonesia (UI) Dr Rose Mini Agoes Salim mengatakan, orang tua harus memerhatikan dengan saksama penggunaan gawai pada anak selama menjalankan pembelajaran jarak jauh atau belajar dari rumah. Ia menyerukan agar penggunaan gawai disesuaikan dengan kebutuhan.

"Sekarang belajar di rumah banyak menggunakan konten internet, maka penggunaan gawai hendaknya sesuai dengan kebutuhan saja," kata dia di Jakarta, Kamis.

Baca Juga

Mini menyarankan, orang tua tetap mendampingi ketika anaknya belajar lewat gawai. Sebab, jika ditinggal begitu saja, ada risiko penyalahgunaan gawai.

"Digunakan sesuai porsinya, jangan nanti kita berikan, terus kita tinggal, itu yang tidak benar," katanya.

Di samping pengawasan, Mini menganjurkan agar kesehatan mata anak pun diperhatikan dalam kaitannya dengan penggunaan gawai. Sebaiknya, ponsel atau tablet yang dipakai untuk mengakses konten pelajaran dihubungkan ke laptop atau komputer agar lebih jelas.

"Jika menggunakan gawai ukuran layarnya lebih kecil," kata Mini.

Menurut Mini, orang tua dan anak pun perlu membuat kesepakatan mengenai durasi penggunaannya gawai serta peruntukannya. Dengan begitu, anak tetap disiplin memakai gawai.

Terkait materi pembelajaran yang diberikan guru saat belajar dari rumah, Mini mengatakan hal itu tidak semestinya menjadi beban bagi anak ataupun orang tua. Ia merekomendasikan agar materinya sudah diringkas atau tidak banyak. Penggunaan aplikasi konferensi video pun sebaiknya tidak dilakukan setiap hari.

"Kelihatan menjadi beban karena anak harus membuatnya sendiri. Kebetulan dia kadang-kadang bertanya ke orang tua, tapi tiap kali anak bertanya tiap kali itu juga orang tua marah. Akibatnya ini jadi beban," katanya.

Padahal, jika kegiatan pembelajaran jarak jauh tersebut dilakukan sesuai stimulasi dari guru yang telah disusun untuk mengasah kemampuan anak, sebenarnya tinggal menjalaninya saja. Menurut Mini, untuk anak yang usianya sudah besar kemungkinan bisa diberi kesempatan untuk mencobanya sendiri, sementara untuk yang masih kecil bisa dibimbing atau dibantu, terutama saat perlu menyambungkan ke konten internet, misalnya Zoom dengan gurunya.

"Intinya semua bisa melakukan itu tanpa merepotkan orang tua. Tapi kadang orang tua yang menciptakan standar ganda, yakni tidak boleh salah sehingga anak disuruh ulang saat salah," ujar dia.

Standar yang dipatok orang tua, menurut Mini, terkadang menjadi pemicu stres pada anak. Sisi psikologis bisa terpengaruh saat belajar di rumah.

"Sedangkan saat di sekolah, kemungkinan mereka tidak dituntut sebagaimana terjadi di rumah," kata Mini.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement