Kamis 11 Jun 2020 19:44 WIB

Tahun Depan, Disdikpora DIY akan Buat Sendiri Standar PPDB

Pihaknya kemungkinan akan membuat ujian akhir dengan standar yang sama di tiap sekola

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Orangtua wali murid melihat pengumuman PPDB tingakat SMU di SMU 8 Yogyakarta, Senin (8/6). PPDB SMA/SMK di DIY 2020 akan kembali menggunakan empat jalur penerimaan dengan bobot sebagai berikut, yaitu jalur zonasi 55 persen, jalur afirmasi 20 persen, jalur perpindahan tugas orangtua 5 persen, serta jalur prestasi 20 persen
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Orangtua wali murid melihat pengumuman PPDB tingakat SMU di SMU 8 Yogyakarta, Senin (8/6). PPDB SMA/SMK di DIY 2020 akan kembali menggunakan empat jalur penerimaan dengan bobot sebagai berikut, yaitu jalur zonasi 55 persen, jalur afirmasi 20 persen, jalur perpindahan tugas orangtua 5 persen, serta jalur prestasi 20 persen

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY mengatakan akan membuat standar sendiri terkait PPDB SMA/SMK pada 2021 mendatang. PPDB di 2020 ini menuai pro dan kontra lantaran dimasukkannya nilai USBN SD/MI dalam formulasi perhitungan nilai gabungan. 

"Kita buat standar sendiri, tentunya regulasi akan berubah. Penetapan zonanya sudah pasti sama, tapi alat standar untuk ini bisa jadi berubah," kata Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Mutu Pendidikan Disdikpora DIY, Didik Wardaya kepada Republika, Kamis (11/6).

Dalam formulasi atau bobot perhitungan nilai dalam PPDB SMA/SMK di DIY ini sebelumnya diambil dari rata-rata nilai rapor sebesar 80 persen, rata-rata nilai UN sekolah dalam empat tahun terakhir sebesar 10 persen dan nilai akreditasi sekolah sebesar 10 persen. Namun, ada perubahan petunjuk teknis (juknis) pada PPDB SMA/SMK 2020 yang diubah oleh Disdikpora DIY. Formulasi diubah menjadi, rata-rata nilai rapor ditambah dengan nilai USBN SD dengan total bobot sebesar 80 persen, nilai rata-rata UN sekolah dalam empat tahun terakhir sebesar 10 persen dan nilai akreditasi sekolah sebesar 10 persen. 

Didik menjelaskan, pihaknya kemungkinan akan membuat ujian akhir dengan standar yang sama di tiap sekolah. Dalam artian, ujian yang akan dibuat tersebut tidak berbeda dengan USBN atau UN dikarenakan UN itu sendiri sudah ditiadakan  oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). 

Menurutnya nilai rapor tidak mencerminkan prestasi dari peserta didik itu sendiri. Sebab, nilai rapor memiliki standar yang berbeda di tiap sekolah. "Kalau tidak ada UN, tidak bisa kalau dari nilai rapor saja kan. Mungkin tahun depan kita akan siapkan ujian standarnya. Pusat tidak menyelenggarakan, kemungkinan kita akan menyiapkan itu (USBN yang standarnya sama). Mudah-mudahan semuanya disetujui oleh dewan (pendidikan)," ujar Didik.   

Ia mengatakan, kebijakan yang sudah diubah saat ini merupakan kebijakan yang dikeluarkan secara darurat. Hal ini dikarenakan pandemi Covid-19 yang masih terjadi. "Mungkin depan akan ada revisi dari juknis yang sekarang dan akan ada juknis yang baru," ujarnya. 

Perwakilan Forum Orang Tua Pemerhati Pendidikan (Fortandik) Kuncoro Harto Widodo sepakat dengan langkah Disdikpora. Ia menyebut formulasi awal aturan PPDB SMA/SMK dimana 80 persen bobot nilai berasal dari rapor adalah sesuatu yang tidak normal.

"Sehingga langkah yang diambil Disdikpora dengan melakukan normalisasi itu kami pandang sudah mendekati ideal," kata Kuncoro. Meskipun demikian, menurut hematnya seharusnya bobot nilai rapor diturunkan lagi sehingga bobot menjadi fifty-fifty dengan USBN SD.

Sementara itu, wali murid yang mebuat petisi di Change.org, Deddy Heriyanto, kurang sepakat. Menurut Deddy, nilai rapor seharusnya diapresiasi lebih tinggi daripada USBN SD. Sebab, formulasi baru tersebut kurang mencerminkan apresiasi terhadap proses belajar peserta didik selama di SMP.

"Kalau dipaksa USBN SD tetap masuk, bobotnya 20 persen saja, akreditasi sekolah 10 persen, rata-rata UN SMP 10 persen, dan nilai rapor 60 persen," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement