Kamis 11 Jun 2020 19:19 WIB

Pengakuan Satpam DPP PDIP Dipaksa Terima Tas Harun Masiku

Satpam kantor DPP PDIP mengaku dipaksa menerima tas dari Harun Masiku.

Sidang kasus suap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan (ilustrasi)
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Sidang kasus suap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Satuan Pengamanan (Satpam) di kantor DPP PDIP, Nurhasan mengaku menerima tas dari buronan Harun Masiku, pada hari yang sama saat tim KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan, atau pada 8 Januari 2020 lalu. Nurhasan mengaku dipaksa menjadi pelantara untuk menerima tas dari Harun Masiku dari dua orang yang tidak dikenalnya.

"Dua orang itu menyebut yang memberikan tas itu Pak Harun, tapi awalnya saya tidak tahu namanya," kata satpam kantor DPP PDIP Nurhasan, saat menjadi saksi dalam persidangan kasus suap dengan terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina di Jakarta, Kamis (11/6).

Baca Juga

Nurhasan bersaksi melalui sambungan video conference. Wahyu dan Agustiani Tio juga mengikuti persidangan dari gedung KPK, sedangkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum berada di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Dalam perkara ini, Wahyu dan Agustiani didakwa menerima suap Rp600 juta dari kader PDIP Harun Masiku agar mengupayakan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) 1 kepada Harun Masiku. Wahyu juga didakwa menerima suap Rp500 juta dari Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan.

Nurhasan mengungkapkan, dirinya bertemu Harun Masiku pada 8 Januari 2020 malam, tim KPK melakukan OTT terhadap bekas Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Bandara Soekarno-Hatta pada pukul 12.55 WIB dan juga mengamankan mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina di rumah pribadinya di Depok pada 13.44 WIB.

Nurhasan pun menceritakan kronologi pertemuannya dengan Harun Masiku. Pada malam setelah magrib 8 Januari 2020, Nurhasan harus berjaga di rumah aspirasi PDIP di Jalan Sultan Syahrir yang berada dekat gedung DPP PDIP Jalan Diponegoro No. 58.

"Saat itu saya ada di pos jaga rumah aspirasi lalu didatangi oleh 2 orang tidak dikenal. Mereka menanyakan Pak Harun. Saya katakan tidak kenal, dia ngomong 'masa sih gak kenal?', saya jawab 'emang saya gak kenal', lalu dia minta nomor Pak Harun ya saya katakan tidak ada, kenal saja enggak masa punya nomor hp-nya. Lalu saya masuk ke pos lagi eh dia ikut masuk, tiba-tiba dia ambil hp saya yang sedang dicharge," jelas Nurhasan.

Menurut Nurhasan, penampilan keduanya tinggi dan agak gemuk. Setelah dua orang itu mengambil telepon selularnya, lalu mereka meminta Nurhasan bicara dengan seseorang di telepon tersebut melalui mode loudspeaker.

"Saya tidak tahu siapa tapi dia menelepon lalu saya diminta ngomong, dia sampaikan 'nih kamu dengerin dulu, nanti saya tuntun bicaranya," ungkap Nurhasan menirukan pembicarannya.

Dalam pembicaraan telepon itu, Nurhasan diminta untuk pergi ke pom bensin dekat hotel Sofyan di Jalan Cut Meutia. Awalnya Nurhasan tidak mau pergi karena hanya ia sendiri yang berjaga di rumah aspirasi, namun karena merasa didesak oleh kedua orang itu, Nurhasan akhirnya pergi juga ke tempat yang diminta.

Dalam pembicaraan itu, Nurhasan mengaku didiktekan mengenai apa yang ia harus sampaikan ke Harun oleh dua orang tamunya. Nurhasan juga diminta oleh kedua orang tersebut menyampaikan ke Harun agar Harun segera merendam telepon selularnya di air.

"Saya hanya ikut arahan dua orang itu saja, (saya katakan) Pak Harun disuruh stand by di pp dan HP-nya langsung rendam di air," ungkap Nurhasan.

Nurhasan lalu berangkat ke pom bensin tersebut menaiki motor sedangkan dua orang tamunya mengikuti dari belakang. Menunggu sekitar setengah jam, akhirnya ada mobil yang datang dan seseorang di bangku penumpang lalu menyerahkan tas laptop kepada Nurhasan.

"Pas dia datang, dia lalu kasih tas ke saya, wajahnya tidak terlalu terlihat karena lampunya mati, setelah ngasih tas lalu langsung jalan," ucap Nurhasan.

Kedua tamu misteriusnya menurut Nurhasan hanya memantau dari jauh kejadian tersebut.

"Saya bingung ini dikasih apaan, ya sudah saya jalan lagi, lalu setelah saya jalan mau balik, masih di jalan Cut Meutia, dua orang datang ke saya, langsung ngambil saja tasnya, saya jalan dan lihat di spion mereka sudah tidak ada," ujar Nurhasan menambahkan.

Jaksa Penuntut Umum KPK, Takdir Suhan kemudian menunjukan foto Harun Masiku, dan bertanya apakah orang itu yang memberikan tas kepadanya. Nurhasan mengatakan orang yang memberikan tas mirip dengan foto yang ditunjukan JPU.

"Agak-agak mirip, tapi saat itu saya tidak tahu itu siapa," ungkap Nurhasan.

Nurhasan juga mengaku tidak mendapat uang apapun meski membantu penyerahan tas dari Harun Masiku ke dua tamu itu. "Boro-boro uang bensin Pak, dia langsung jalan," ucap Nurhasan.

Sedangkan telepon selular yang ia pakai untuk berkomunikasi dengan Harun Masiku itu menurut Nurhasan sudah hilang. "HP saya sudah hilang, kalau tidak salah saat car free day, sampai di rumah lah HP gak ada, ngebel-ngebel sudah gak aktif'," cerita Nurhasan.

Nurhasan mengatakan ia tidak melaporkan ke atasannya mengenai kejadian itu. "Saya tidak sampaikan ke siapa-siapa soal peristiwa itu Pak," ucap Nurhasan.

Keberadaan Harun Masiku sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 9 Januari 2020 hingga saat ini masih misterius dan sudah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement