Kamis 11 Jun 2020 16:21 WIB

Perlu Rencana Jangka Pendek dan Panjang Food Estate Kalteng

Perlu persiapan matang agar proyek dapat meningkatkan ketahanan pangan nasional

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Hiru Muhammad
Kobaran api menyala dari lahan gambut yang terbakar di Desa Peunaga Cut Ujong, Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Rabu (10/6/2020). Kebakaran lahan gambut yang terjadi sejak sepekan terakhir terus meluas yang diakibatkan angin kencang disertai suhu udara panas. Lahan gambut ini akan dijadikan pengembangan lahan pangan nasional oleh pemerintah.
Foto: ANTARA/SYIFA YULINNAS
Kobaran api menyala dari lahan gambut yang terbakar di Desa Peunaga Cut Ujong, Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Rabu (10/6/2020). Kebakaran lahan gambut yang terjadi sejak sepekan terakhir terus meluas yang diakibatkan angin kencang disertai suhu udara panas. Lahan gambut ini akan dijadikan pengembangan lahan pangan nasional oleh pemerintah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pakar Gambut Universitas Palangkaraya, Salampak Dohong meminta pemerintah untuk membuat program jangka pendek dan panjang dalam proyek food estate lahan rawa di Kalimantan Tengah. Salampak mengatakan, Kalteng merupakan lokasi pengembangan lahan pangan nasional  dengan prioritas lahan yang dimanfaatkan di bekas proyek lahan gambut sejuta hektare era Presiden Soeharto.

Diperlukan persiapan yang matang agar proyek tersebut bisa membuahkan hasil positif bagi ketahanan pangan di Indonesia."Penyediaan pangan nasional dihadapkan pada waktu, biaya, tenaga kerja, serta problem sawah baru jika harus membuka lahan pertanian baru," kata Salampak dalam Siaran Pers Kementerian Pertanian, Kamis (11/6).

Untuk itu, kata dia, perlu diperhatikan program jangka pendek dan jangka panjang. Rencana jangka pendek bisa dilakukan dengan inventarisasi lahan sawah untuk mengetahui lahan sawah aktif dan bongkor.“Sawah yang aktif kita perbaiki, kita intensifikasi dengan memasukkan berbagai teknologi termasuk kesiapan petani. Sementara sawah bongkor kita rehabilitasi atau revitalisasi,” tuturnya.

Sementara untuk jangka panjang dengan mencetak sawah baru (ekstensifikasi) harus dipilah antara lahan gambut dan tanah mineral. Untuk lahan pertanian bisa memanfaatkan tanah mineral. “Di gambut akan berhadapan dengan masalah lingkungan, produktivitasnya rendah, dan lain-lain,” kata dia.

Menurut Salampak, pencetakan lahan baru juga harus memperhatikan ketersediaan tenaga kerja, teknologi budidaya, serta budaya lokal. Karena sudah menjadi program nasional, kementerian dan lembaga baik pusat dan daerah juga harus bersinergi dan tidak jalan sendiri-sendiri. Pemenuhan pangan juga bisa dilakukan diversifikasi pangan melalui pengembangan komoditas pangan non beras. Pemenuhan pangan di tengah pandemi Covid-19 ini jangan dipaksakan semua dengan padi, namun juga pangan lokal sesuai kewilayahan.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, pengembangan food estate berupa cetak sawah lahan rawa di area lahan gambut menjadi pilihan terakhir. Pengembangan food estate akan diprioritaskan di lahwan rawa pasang surut yang berada di wilayah Kalimantan Tengah.

Kepala Balitbangtan Kementan, Fadjry Djufry, mengatakan, pembukaan lahan rawa sebagai food estate akan dimulai dari tahun ini membutuhkan dukungan antar kementerian lembaga serta para pakar di bidang rawa. Hal itu agar program food estate tidak mengalami kegagalan seperti yang terjadi di masa lalu.

"Kita tidak ingin mengulang kegagalan masa lampau. Ke depan kita berharap akan semakin bagus. Pengembangan akan fokus pada lahan mineral yaitu rawa lebak atau rawa pasang surut. Lahan gambut pilihan terakhir," kata Fadjry di Bogor, Kamis (11/6).

Ia menjelaskan, lahan rawa memiliki karakteristik spesifik dan pengelolaan air menjadi kunci utama keberhasilan. Balitbangtan telah mengembangan dan menerapkan inovasi teknologi bidang rawa meliputi pembukaan lahan, tata air, alat mesin pertanian, serta varietas yang cocok.

Kementan, lanjut Fajdry, sudah berpengalaman dalam pembukaan lahan rawa di Sumatera Selatan dan diharapkan akan bermanfaat bagi pembukaan lahan rawa di Kalteng. Namun, menurutnya, tak hanya aspek teknis yang dibutuhkan namun juga aspek non teknis yang berkaitan dengan sosial budaya setempat."Tidak mungkin kita bisa buka lahan rawa tanpa ada orang di sana. Kultur masyarakat juga menentukan keberhasilan pengembangan lahan rawa," ujarnya.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement