Kamis 11 Jun 2020 15:52 WIB

Ini Alasan Mahasiswa UIN Bandung Tolak Bayar UKT

Mahasiswa menilai fasilitas yang diterima tidak sebandung dengan uang yang dibayarkan

Sejumlah mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung menolak kebijakan kampus tentang Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada semester ganjil 2020-2021 yang harus dibayarkan secara penuh. Sebab saat ini, kondisi pandemi covid-19 membuat banyak kalangan masyarakat terkena dampak khususnya di sektor ekonomi.
Foto: dok. Istimewa
Sejumlah mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung menolak kebijakan kampus tentang Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada semester ganjil 2020-2021 yang harus dibayarkan secara penuh. Sebab saat ini, kondisi pandemi covid-19 membuat banyak kalangan masyarakat terkena dampak khususnya di sektor ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sejumlah Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung menyatakan menolak membayar uang kuliah tunggal (UKT) apabila pihak kampus tak dapat mengakomodasi tuntutan kompensasi selama pandemi Covid-19.

Perwakilan Aliansi Gunung Djati Menggugat, Putra mengatakan tuntutan itu diinisiasi karena dampak pandemi Covid-19 dari aspek ekonomi dirasakan oleh semua pihak, termasuk mahasiswa. Apalagi, kata dia, fasilitas yang diterima mahasiswa saat pembelajaran jarak jauh, dirasa tak sebanding dengan uang yang telah dibayarkan.

"Pandemi ini memang tidak bisa diprediksi dengan pasti kapan berakhir, tapi kampus harusnya menyiapkan mekanisme yang tidak membebani mahasiswanya," kata Putra saat dihubungi di Bandung, Kamis (11/5).

Gerakan mahasiswa UIN Bandung itu sempat menjadi tren di jejaring media sosial Twitter melalui tagar #GunungDjatiMenggugat, dengan lebih dari 15 ribu unggahan sejak Kamis pagi.

Menurut Putra, fenomena tersebut muncul karena para mahasiswa memang merasakan hal yang sama. Sehingga ia menyebut sekian banyak organisasi mahasiswa yang ada di UIN Bandung, setuju akan tuntutan tersebut.

Melalui aliansi gerakan tersebut, Putra mengatakan pihaknya menuntut agar kampus memberikan kompensasi 50 sampai 70 persen dari biaya biasanya. Selain itu, pihaknya menuntut agar kampus memperbaiki sistem pembelajaran berbasis daring sebaik-baiknya sebagai bentuk pertanggungjawaban dan pembuktian perolehan Akreditasi Kampus (A) dari BAN-PT.

"Satu semester ini, kami selaku mahasiswa sama sekali tidak merasa menikmati fasilitas yang sudah kami bayar melalui (UKT) di awal semester genap lalu," kata dia.

Meski begitu, ia tak menampik bahwa ada itikad baik dari kampus melalui pemberian kuota akses internet bagi para mahasiswanya sebagai modal menjalani kuliah secara daring. Kuota akses internet 500 megabyte per bulan itu, menurutnya dinyatakan kampus sebagai kompensasi.

Selain dirasa tidak layak, menurutnya pemberian kuota itu hanya berlangsung selama satu bulan. Sedangkan kuliah secara daring sudah berlangsung sejak pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan.

"Jadi sangat jauh jika dibandingkan dengan nominal UKT yang kami bayarkan. Jika memang kampus tidak mampu menyiapkan fasilitas, kami meminta agar UKT kami dipotong untuk memenuhi kebutuhan penunjang selama belajar dari rumah," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement