Kamis 11 Jun 2020 00:44 WIB

Sopir dan PNS Ini Ditelisik KPK terkait Aset Istri Nurhadi

Ada dugaan aset milik istri Nurhadi berada di bawah kekuasaan seorang PNS.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Yudha Manggala P Putra
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri aset milik Tin Zuraida, istri Mantan Sekertaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, kepada seorang pegawai negeri sipil (PNS) Kardi dan sopir pribadinya Deny Sahrul. Keterangan keduanya dibutuhkan dalam rangka merunutkan perkara dugaan suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2011-2016.

"Penyidik mengkonfirmasi dan mendalami keterangan saksi terkait adanya dugaan aset milik Tin Zuraida (istri Nurhadi) yang berada di bawah kekuasaan saksi Kardi," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam pesan singkatnya, Rabu (10/6).

Ali menegaskan KPK berkomitmen menyelesaikan perkara Nurhadi dkk sampai tuntas. Penyidik KPK, lanjut Ali, tentu akan mendalami setiap informasi dan keterangan yang diperoleh dari setiap keterangan saksi-saksi.

Dalam kasus ini, KPK menyangka Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar. Suap diduga diberikan oleh Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto. KPK menyangka Hiendra memberikan uang itu untuk sejumlah kasus perdata yang melibatkan perusahaannya.

 

Tercatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi, pertama perkara perdata PT MIT vs PT KBN, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan. Diketahui Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direkut PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu. Cek itu diterima saat mengurus perkara PT MIT vs PT KBN.

Nurhadi dan menantunya sempat buron lebih dari empat bulan. Pada Senin (1/6) pekan lalu lembaga antirasuah telah menangkap Nurhadi dan Rezky. Saat ini keduanya sudah mendekam di Rutan KPK Kavling C-1.

Lembaga Antirasuah menjadikan Nurhadi buron setelah  tidak kooperatif memenuhi panggilan penyidik KPK. Penyidikan perkara ini telah dilakukan sejak 6 Desember 2019, dan untuk kepentingan penyidikan para tersangka sudah dicegah ke luar negeri sejak 12 Desember 2019. Nurhadi bahkan telah mengajukan praperadilan dan telah di tolak oleh Hakim PN Jakarta selatan pada tanggal 21 Januari 2020.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement