Rabu 10 Jun 2020 15:30 WIB

Sayonara RT Konvensional di Era New Normal

Beratnya tantangan yang akan dihadapi memaksa organisasi RT wajib berbenah diri.

Riko Noviantoro, Peneliti Kebijakan Publik Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP).
Foto: dok pri
Riko Noviantoro, Peneliti Kebijakan Publik Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Riko Noviantoro (Peneliti Kebijakan Publik Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP)

Belajar dari perjalanan selama pandemi Covid-19, tak dimungkiri kalau pemerintah tampak terseok-seok mencegah penyebaran wabah. Segala arah pendekatan dilakukan, mulai administratif, keamanan sampai pendekatan hukum. Dengan harapan terjadi pembatasan kegiatan masyarakat.

Tentu saja pada beberapa hal larangan pemerintah itu cukup berhasil. Terbukti masyarakat berupaya mematuhinya. Namun ada pula yang menjadi tak acuh dan cuek dengan larangan itu. Memilih dengan argumentasinya sendiri.

Fakta tersebut memberi sinyal masih belum optimalnya kebijakan pemerintah. Sikap tak acuh masyarakat adalah bukti tidak optimalnya institusi sosial yang dirangkul pemerintah. Setidaknya pemerintah tak optimal menggandeng organisasi Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) yang jumlahnya sangat banyak.

Berdasarkan www.data.jakarta.go.id, pada 2016 di Jakarta terdapat 30.687 RT dan 2.738 RW yang tersebar di lima wilayah kota dan satu kabupaten. Tentunya menjadi sangat besar jumlahnya secara nasioal. Jumlah yang penting untuk dikelola secara tepat.

Pada sisi lain, pengurus RT di banyak daerah sudah sedemikian mandiri dan kreatif dalam menyikapi kebijakan pemerintah terkait upaya melawan Covid-19. Hal itu menjadi bukti bahwa organisasi RT bisa sangat adaptif menjawab tantangan yang terjadi. Tak hanya itu, RT juga mampu responsif dan bertanggung jawab dengan persoalan yang terjadi.

Di era new normal ini, organisasi RT tak semakin mudah bekerja. Organisasi RT akan punya tantangan berat. RT sebagai organisasi yang berada di akar rumput perlu menjaga kedisplinan warganya terhadap wabah Covid-19. Apalagi virus Covid-19 telah dan akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Artinya, setiap detik, setiap menit, setiap jam, hari dan seterusnya setiap warga bisa terinfeksi virus mematikan ini.

Maka tidak dimungkiri tantangan itu akan ditanggung organisasi RT. Mulai dari membantu warga yang terisolasi baik secara ekonomi, sosial, dan psikologisnya. Begitu pula membantuk dampak lanjutan dari kasus tersebut. Dan, masih banyak lagi.

Setidaknya pada tingkat praktis, di era new normal ini tugas organisasi RT lebih berat. Terutama pada upaya membangun tradisi baru di tengah warganya. Seperti mengajak warga hidup sehat, biasa menggunakan masker, konsumsi makanan bergizi, mencegah stress dan lainnya.

Beratnya tantangan yang akan dihadapi memaksa organisasi RT wajib berbenah diri. Menyiapkan komponen organisasi yang sejalan dengan karakter new normal. Menjadi lebih responsif, lebih komunikatif, lebih efektif dan lebih mengembangkan jaringan. 

Pada sisi lain, regulasi yang menjadi payung organisasi RT juga perlu penyesuaian. Setidaknya ada dua regulasi yang menjadi fondasi organisasi RT, yaitu Permendagri Nomor 5 Tahun 2007 tentangan Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan dan Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa.

Kedua regulasi tersebut memang telah memberi nyawa kemandirian dan keotonomian organisasi RT. Meski praktiknya sebatas labelisasi program pemerintah. Kemandirian itu muncul saat organisasi RT dihadapkan pada musim pemilihan umum. Baik Pemilu legislatif, Pilpres maupun Pilkada. Setelah itu kerap diabaikan.

Padahal dalam regulasi itu pemerintah punya tugas untuk melakukan pendampingan, pembinaan dan pengawasan organisasi RT. Tugas itu berjalan sepanjang waktu. Bukan bersifat temporer. Tugas pendampingan, pembinaan dan pengawasan dituangkan pada Pasal 13 ayat 1 sampai ayat 4 Permendagri Nomor 18 Tahun 2018, serta Pasal 23 ayat 1 dan 2 Permendagri Nomor 5 Tahun 2007. 

Itu berarti, sejak terbentuknya, pengurus RT perlu diberikan penguatan fungsi. Mulai dari pendekatan pembekalan, penyiapan sarana sampai pada dukungan anggaran yang memadai.

Berbenahnya organisasi RT dan seriusnya pemerintah membinanya adalah wujud new normal. Terlebih perubahan kebiasaan yang berbasis komunitas, khususnya tingkat organisasi RT diyakini menjadi lebih efektif. Premsinya adalah jika organisasi RT berbenah di era new normal, maka warga juga turut berbenah. 

Pantaslah di era new normal ini, kita ucapkan sayonara organisasi RT konvensional. Semoga.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement