Rabu 10 Jun 2020 10:14 WIB

Tel Aviv Mulai Hancurkan Pemakaman Muslim dari Abad ke-18

Di lokasi pemakaman Muslim akan dibangun rumah untuk tunawisma.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Tel Aviv Mulai Hancurkan Pemakaman Muslim dari Abad ke-18. Roman Kota Jaffa, Tel Aviv, Israel
Foto: go-telaviv.com
Tel Aviv Mulai Hancurkan Pemakaman Muslim dari Abad ke-18. Roman Kota Jaffa, Tel Aviv, Israel

REPUBLIKA.CO.ID, JAFFA -- Pemerintah Kota Jaffa, Tel Aviv, mulai menghancurkan sebidang tanah pemakaman Muslim yang ada sejak abad ke-18, Senin (8/6). Tempat penampungan tunawisma dan ruang komersial baru direncanakan dibangun di situs tersebut.

Sekitar 20 demonstran datang ke lokasi konstruksi pada hari yang sama dan berusaha menghentikan pekerjaan itu. Namun, kontingen besar polisi terlihat berjaga di lokasi untuk memastikan pekerjaan tetap dilanjutkan.

Baca Juga

Dilansir di Haaretz, pejabat kota telah memberikan jaminan kuburan tidak akan dirusak. Jika ada kebutuhan untuk menghilangkan tulang-tulang orang mati, mereka akan dipindahkan ke tempat lain di lokasi tersebut.

Dalam protesnya, warga membawa sebuah papan besar yang ditujukan kepada Wali Kota Ron Huldai. Dalam papan tersebut tertulis, "Huldai menodai kuburan Muslim."

 

Ketua Dewan Muslim Jaffa, Tarek Ashqar, mengatakan, tindakan protes akan terus ditingkatkan. “Huldai keras kepala seperti bagal. Dia memiliki kesempatan berdamai dengan umat Islam dan komunitas Arab, tetapi dia seorang pengganggu," ujarnya, Rabu (10/6).

Pada Januari, setelah dua tahun menjalankan musyawarah antara kota dan penduduk Jaffa serta dewan Muslim setempat, Pengadilan Distrik Tel Aviv menolak tantangan hukum terhadap rencana tersebut. Pengadilan disebut membuka jalan untuk diadakannya proyek itu.

Ashqar menyebut keputusan pengadilan tidak sah dan bisa disebut sebagai perampokan. Ia menilai jika kuburan tersebut milik Yahudi, rencana pembongkaran tidak akan dilakukan.

“Di negara-negara Arab, ada juga puluhan kuburan Yahudi yang dilindungi. Karena itu adalah kuburan, bukan karena mereka Yahudi. Menghormati orang mati tidak terbatas kewarganegaraan. Namun, Pemerintah Kota Tel Aviv ingin menghilangkan jejak orang-orang Muslim dan Arab di Jaffa, dan semuanya ditutup-tutupi oleh polisi," katanya menambahkan.

Sementara itu, anggota Dewan Kota, Amir Badran, mengatakan, komunitas Muslim di Jaffa secara umum serta semua penduduk kota tidak memiliki masalah dengan proyek tunawisma. Menemukan lokasi untuk proyek tersebut menjadi hal yang pantas. Ia juga menolak proyek ini dilakukan di atas pemakaman Muslim.

Kota madya disebut sangat mementingkan proyek ini. Namun, ia menilai bisa dicari alternatif lain yang cocok dan bisa mengurangi konfrontasi dengan penduduk Jaffa. Subjek ini menurut Badran sangat sensitif.

"Ada banyak permasalahan dari masa lalu. Hal-hal serupa mengenai kuburan Tasso dan Jamaseen di kota masih menjadi masalah. Bahkan, jika ada putusan pengadilan, kenyataannya membutuhkan pemikiran ulang tambahan tentang pembangunan proyek," kata dia.

Tel Aviv didirikan sebagai kota Yahudi di utara Jaffa Arab yang historis pada awal abad ke-20. Kedua kota secara resmi bergabung pada 1950 setelah sebagian besar penduduk Jaffa menjadi pengungsi pada 1948.

Setelah beberapa jam melakukan protes, demonstran pindah ke Menara Jam Jaffa. Salah seorang demonstran, Ramzi Kotaylat, menyebut, Menara Jaffa berdiri sebelum polisi, negara, bahkan gerombolan Zionis datang ke wilayah tersebut.

"Bahkan, kuburan yang mereka hina ada di sini sebelum negara. Kami, dinasti mereka, juga akan berada di sini setelah negara. Pemerintah menimbulkan ketidakadilan pada orang mati. Jika ini adalah kuburan Yahudi, mereka akan mengubah rencananya," kata dia.

Bangunan yang ditujukan menyediakan akomodasi bagi tunawisma ini direncanakan menampung sekitar 80 orang. Mereka adalah tunawisma yang sedang menjalani rehabilitasi narkoba.

Saat ini ada tiga tempat perlindungan serupa untuk tunawisma di Tel Aviv dan Jaffa. Seperti dilansir Haaretz pada Januari, meski ada peningkatan 41 persen jumlah tunawisma di kota dalam lima tahun terakhir, jumlah tempat tinggal untuk tunawisma tidak bertambah.

Sebelumnya, pernah ada bangunan era Ottoman lama di lokasi konstruksi di Jalan Elisabeth Bergner, yang digunakan sebagai tempat penampungan tunawisma. Namun, pemerintah kota memutuskan menghancurkannya dan membangun gedung tiga lantai baru sebagai tempat penampungan tunawisma serta ruang komersial.

Pekerjaan proyek itu dimulai pada April 2018, ketika setelahnya pemakaman al-Isaaf abad ke-18 dengan lebih dari 60 kuburan ditemukan. Warga Jaffa lantas mengajukan petisi kepada pengadilan untuk menghentikan pembangunan dan perintah penahanan sementara dikeluarkan.

Namun, pada bulan Januari, hakim Pengadilan Negeri Avigail Cohen memutuskan, terlepas dari pentingnya melindungi perasaan warga Muslim Jaffa, prioritas harus diberikan untuk kepentingan orang yang hidup di atas orang mati. "Tidak ada perselisihan mengenai fakta melindungi martabat orang mati serta perasaan religius komunitas Muslim di Jaffa adalah kepentingan penting. Namun, dalam menghadapi prinsip-prinsip yang disajikan oleh dewan Islam, ada prinsip-prinsip konstitusional yang penting juga," ujar Cohen.

Prinsip konstitusional ini meliputi hak properti dari pemilik tanah dan kepentingan umum proyek. Pembangunan gedung untuk merehabilitasi para tunawisma disebut juga memiliki porsi konstitusional yang penting.

Cohen juga mencatat kuburan tidak terlihat di atas tanah. Situs tersebut juga tidak lagi digunakan sebagai kuburan. Ia menyebut tidak ada yang memperlakukan tanah seolah-olah memiliki kesucian agama.

Sementara itu, dalam sebuah pernyataan, Kota Madya Tel Aviv-Yafo mengatakan, pemerintah akan melanjutkan pekerjaan konstruksi sambil berhati-hati melindungi martabat orang mati.

Pada saat yang sama, pemerintah kota terus mengejar pengaturan untuk pemakaman Tasso sebagai pemakaman Muslim. Pihaknya juga menjanjikan kerja sama dengan masyarakat untuk membantu perencanaan dan aspek keuangan jika diperlukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement