Rabu 10 Jun 2020 09:42 WIB

Sejarah Hari Ini: Perang Enam Hari Israel Vs Arab Berakhir

Israel mencaplok beberapa wilayah Mesir, Yordania, dan Suriah dalam perang enam hari.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Dalam Perang Enam Hari antara Israel dan Palestina, pesawat tempur Israel menyerang kapal AS USS Liberty di perairan internasional di lepas pantai Jalur Gaza, pada 8 Juli 1967.
Foto: USS Liberty Memorial
Dalam Perang Enam Hari antara Israel dan Palestina, pesawat tempur Israel menyerang kapal AS USS Liberty di perairan internasional di lepas pantai Jalur Gaza, pada 8 Juli 1967.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pada 10 Juni 1946, perang Enam Hari yang melibatkan Israel dan negara-negara Arab berakhir. Perang tersebut berhasil diakhiri dengan persetujuan Israel tentang gencatan senjata yang diminta oleh PBB.

Israel berhasil mencaplok beberapa kawasan yang sebelumnya milik Mesir, Yordania, dan Suriah. Bersamaan dengan berakhirnya Perang Enam Hari, Uni Soviet menghentikan kerja sama diplomatiknya dengan Israel.

Baca Juga

Perdana Menteri Israel Levi Eshkol membenarkan serangan pertahanan Israel terhadap Mesir, dan bertempur dengan pasukan Yordania dan Suriah dengan mengatakan negaranya bertindak membela diri. 

"Untuk pertama kalinya dalam 19 tahun, orang-orang Yahudi bebas untuk berdoa di Tembok Ratapan dan di tempat-tempat suci lainnya yang disakralkan oleh Yudaisme di Yerusalem dan Hebron," ujar Eshkol dikutip BBC History.

PBB menetapkan gencatan senjata pada pukul 16.30 setelah Israel dan Suriah setuju untuk menempatkan pengamat PBB di kedua sisi garis depan di Kuneitra, sembilan mil (14 km) di dalam wilayah Suriah, dan di Tiberias, di sisi Israel. Namun, Suriah mengatakan, pesawat tempur Israel terbang di atas ibu kotanya, Damaskus, lima menit setelah gencatan senjata diberlakukan.

Dua jam kemudian para pengamat mengirim kabar ke Dewan Keamanan PBB di New York bahwa penembakan di kedua sisi garis depan memang berhenti. Setelah memutuskan untuk mengundurkan diri karena kekalahan negaranya, Presiden Abdel Nasser mengumumkan ia akan tetap menjabat.

Hal itu membawa ribuan orang Mesir turun ke jalan-jalan Kairo dan kota-kota Arab lainnya bersorak dan bersukacita. Dalam pidatonya di hadapan Majelis, disampaikan oleh pengeras suara ke kerumunan di luar, Abdel Nasser berkata: "Aku akan memberikan bangsa semua yang aku miliki, bahkan hidupku sendiri."

Sementara itu, Uni Soviet yang telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel dan sekutu Blok Timurnya telah menyetujui rencana untuk memasok kembali pasukan Arab dengan persenjataan. Serangan yang berakhir 10 Juni mengubah wajah konflik Arab-Israel.

Perang menggusur sekitar 500 ribu warga Palestina yang melarikan diri ke Mesir, Suriah, Lebanon, dan Yordania. Setelah masa damai relatif di Timur Tengah, kelompok gerilya Palestina yang didukung oleh Mesir dan Suriah, memulai serangkaian serangan terhadap perbatasan Israel pada 1965.

Serangan itu diikuti oleh pembalasan Israel dan secara bertahap membangun pasukan militer Arab di sekitar perbatasan Israel. Perang Arab-Israel kedua, juga dikenal sebagai perang enam hari, dimulai pada 5 Juni dengan serangan pertahanan besar-besaran di Mesir. Israel melumpuhkan angkatan udara Mesir, lalu merebut semenanjung Sinai dari Mesir di selatan dan Dataran Tinggi Golan yang strategis dari Suriah di utara.

Perang itu juga mendorong pasukan Yordania keluar dari Tepi Barat dan Yerusalem Timur, menyatukan Kota Suci yang pernah terpecah. Pada November 1967, Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 242 yang menetapkan formula untuk perdamaian Arab-Israel di mana Israel akan menarik diri dari wilayah yang diduduki dalam perang dengan imbalan perdamaian dengan tetangganya. Resolusi ini telah menjadi dasar negosiasi sejak saat itu.

Pasukan Israel mengusir pemukim Yahudi dari Jalur Gaza pada Agustus 2005 dan mulai menghancurkan beberapa pemukiman di Tepi Barat juga. Mesir dan Yordania adalah satu-satunya negara Arab yang telah berdamai dengan Israel sejak 1967.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement