Rabu 10 Jun 2020 13:01 WIB

Etika Terhadap Buku

Membaca buku merupakan salah satu sarana menuntut ilmu yang efektif.

Rep: Heri Ruslan/ Red: Muhammad Hafil
Etika Kepada Buku. Foto: Siswa membaca buku di perpustakaan.  (ilustrasi)
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Etika Kepada Buku. Foto: Siswa membaca buku di perpustakaan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Membaca merupakan perintah pertama yang difirmankan Allah SWT lewat surat al-Alaq. Karenanya, Rasulullah SAW mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu hingga akhir hayat. Membaca buku atau kitab merupakan salah satu sarana menuntut ilmu yang efektif.

Sejak dulu, para ilmuwan dan ulama Muslim sangat memuliakan buku atau kitab sebagai sumber ilmu. Mereka menjaga dan merawat buku dengan sebaik-baiknya. Sehingga, peradaban Islam sempat mencapai puncak kejayaannya di era keemasan. Ajaran Islam ternyata mengatur tata cara atau adab terhadap buku.

Baca Juga

Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada dalam Mausuu’atul Aadaab al-Islamiyyah mengungkapkan adab memiliki, merawat serta menjaga buku sebagai  sumber pengetahuan. Berikut ini adab terhadap buku yang perlu diperhatikan setiap Muslim:

Pertama, niat yang ikhlas. Menurut Syek Sayyid Nada, seorang Muslim wajib mengikhlaskan niatnya ketika membeli buku. Menurut dia, niatkan membeli buku itu untuk mendulang faedah dari buku tersebut untuk diri dan orang lain. Sehingga, kita dapat mengetahui berbagai ilmu pengetahuan baik agama maupun umum  dari buku itu yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.

‘’Dengan begitu, orang tersebut akan mendapat pahala atas uang yang digunakannya untuk membeli buku, atas waktu yang digunakannya untuk membaca, berbagi ilmu dengan orang lain, serta atas kesungguhannya menjaga dan merawat buku itu,’’ papar Syekh Sayyid Nada.

Kedua, memiliki buku bukan untuk kebanggaan dan pamer. Saat memiliki buku, kata Syekh Sayyid Nada, hendaknya diniatkan untuk membaca dan mengambil manfaatnya dan disebarkan kepada orang lain. Membeli, mengoleksi dan menyimban buku hendaknya tidak untuk bertujuan riya atau pamer. 

‘’Memiliki buku dengan tujuan pamer atau riya, maka pelakunya akan mendapat dosa,’’  ungkapnya. Bahkan, kata dia, sikap pamer itu akan menghapus amalannya terkait buku-buku tersebut. Niatkan memiliki buku itu untuk mengharap ridha Allah SWT, bukan untuk mendapatkan pujian dan kenikmatan hidup dunia.

Ketiga, mulai dengan membeli  membeli buku-buku yang terpenting. Hendaknya hindari membeli buku-buku yang tak berfaedah. Utamakanlah membeli buku yang bermanfaat untuk diri, baik untuk sebuah penelitian, bahan bacaan, maupun yang lainnya. ‘’Adapun buku-buku yang tak dibutuhkan, maka tak perlu dibeli sebab tak memberi faedah baginya. Kecuali jika membeli bukuuntuk diberikan kepada orang lain atau untuk orang yang dapat memanfaatkan dan membutuhkannya.’’

Keempat, tak boleh memiliki buku-buku yang diharamkan. Menurut Syekh Sayyid Nada, seorang Muslim hendaknya tak membeli dan memilki buku-buku yang diharamkan atau yang memudharatkan dirinya, seperti buku porno, buku yang membahayakan akidah dan moral serta buku-buku yang tak berguna lainnya.

‘’Sebab Allah SWT akan menghisab diri setiap manusia atas kepemilikan, perhatian serta harta yang dihabiskan untuk membeli buku-buku itu,’’ papar Syekh Sayyid Nada. Namun, kata dia, mereka yang  sedang meneliti, menulis  dan membahas boleh memiliki buku-buku yang keluar dari akidah Ahlus Sunah, tujuannya membantah pemikiran kelompok-kelompok sesat itu.

Kelima, memiliki dan merawat buku. Seseorang yang memiliki buku harus menjaga dan merawatnya agar tetap terjaga selama mungkin. Sebab buku merupakan sumber ilmu yang paling berharga untuk dimiliki seorang Muslim.  Buku juga ibarat harta yang wajib dijaga dan tak boleh ditelantarkan.

Keenam, menyusun dan membuat daftar pustaka. Bagi mereka yang memiliki kitab atau buku yang melimpah dianjurkan untuk menyusunnya menurut isi. Sehingga, akan memudahkan pencarian saat buku-buku itu diperlukan. Misalnya, buku-buku akidah ditata dalam satu rak khusus, buku fikih dalam rak lainnya, dan lain-lain.

Ketujuh, meminjamkan buku kepada yang membutuhkan. Menurut Syekh Sayyid Nada, meminjamkan buku merupakan adab yang perlu dimiliki seorang Muslim. Sebab, seorang Muslim tak pantas menghalangi faedah yang bermanfaat bagi saudaranya.

‘’Tak meminjamkan buku kepada orang yang membutuhkannya termasuk menyembunyikan ilmu yang diharamkan Allah SWT,’’  paparnya.  Rasulullah SAW bersabda, ‘’Barang siapa yang mampu memberikan manfaat kepada saudaranya maka lakukanlah.’’

Agar buku yang dipinjamkan tak hilang atau rusak, maka disarankan untuk membuat catatan khusus buku yang dipinjam, orang yang meminjam, tanggal peminjaman dan jumlah jilidnya. Boleh pula meminta kepada orang yang meminjam untuk merawat buku tersebut.

Kedelapan, merawat buku yang dipinjam.  Jika seorang Muslim terpaksa harus meminjam buku kepada seseorang untuk mendapatkan manfaatnya, maka wajib merawat dan menjaga buku itu dengan baik serta mengembalikan  seperti dalam kondisi ketika meminjamnya. Hal itu perlu dilakukan untuk menjaga amanah.

Allah SW berfirman, ‘’Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.’’ (QS. an-Nisaa: 58).

Kesembilan, mewakafkan buku setelah pemiliknya meninggal dunia. Apabila seseorang tak memiliki ahli waris atau ahli warisnya tak begitu peduli dengan buku, maka sebaiknya ia berwasiat untuk mewakafkan buku-buku kepada para penuntut ilmu, para peneliti atau mereka yang memiliki perhatian terhadap ilmu. Sehingga, buku-buku itu menjadi sedekah jariyahnya setelah meninggal. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement