Selasa 09 Jun 2020 02:02 WIB

Bangkit dari Kubur, OYO Siapkan Strategi New Normal

Mau Bangkit dari Kubur, OYO Siapkan Strategi Masuki New Normal

Rep: wartaekonomi.co.id/ Red: wartaekonomi.co.id
Mau Bangkit dari Kubur, OYO Siapkan Strategi Masuki New Normal. (FOTO: Ning Rahayu)
Mau Bangkit dari Kubur, OYO Siapkan Strategi Masuki New Normal. (FOTO: Ning Rahayu)

Warta Ekonomi.co.id, Jakarta

Industri hospitality merupakan salah satu sektor yang terdampak paling besar akibat pandemi Covid-19. Berbagai kebijakan pergerakan masyarakat, pembatasan sosial dan penutupan akses perjalanan membuat okupansi turun signifikan, baik bagi pelaku industri berskala besar maupun kecil.

Sebagai pelaku industri, saat ini fokus OYO Hotels terarah pada menjaga kekuatan finansial dan independensi yang menjadi kunci operasional dan performa bisnis perusahaan. Selain itu, penerapan standar operasional berdasarkan protokol kesehatan juga menjadi fokus OYO saat ini.

"Penyesuaian yang kami lakukan saat ini tetap mempertimbangkan skala prioritas bagi karyawan dan mitra kami, yaitu memastikan setiap karyawan tidak kehilangan pekerjaannya serta terus mendukung bisnis mitra kami agar tetap berjalan di tengah situasi sulit ini," jelas Eko Bramantyo, Country Head Emerging Business OYO Indonesia.

Baca Juga: Telkomsel Luncurkan Game Baru, Ini Rinciannya

OYO melihat setidaknya akan terdapat beberapa perubahan yang mendasar dalam pola pelayanan industri hospitality seiring dengan perubahan preferensi konsumen dalam melakukan perjalanan wisata pascapandemi.

Dampak Covid-19 pada industri hospitality turut memperlihatkan pentingnya peranan teknologi pada industri ini. Salah satu poin penting peranan teknologi di industri ini adalah mempersiapkan pemberian rasa aman bagi para pelanggan ketika mereka harus bepergian, dengan menciptakan standar operasi higienis, salah satunya melalui mekanisme pemesanan tanpa kontak fisik demi keselamatan dan keamanan pelanggan.

Sebagai jaringan akomodasi, teknologi adalah DNA perusahaan bagi OYO. Kekuatan teknologi cloud dan manajemen data dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi kerja jarak jauh demi memenuhi kebutuhan jaga jarak sosial. Untuk meminimalisasi kontak fisik, proses check-in dan check-out lebih mudah dilakukan melalui proses pemesanan mandiri yang sepenuhnya dilakukan melewati aplikasi OYO. 

Selain itu, industri pariwisata juga dituntut untuk menjalankan operasional sesuai dengan protokol kesehatan. Sebagai contoh industri penerbangan harus menawarkan kursi terbatas pada setiap perjalanannya dan berakibat pada peningkatan harga tiket pesawat.

Masyarakat akan cenderung memilih perjalanan domestik, yang akan mendorong pertumbuhan di sektor pariwisata lokal. Para wisatawan juga diprediksi akan cenderung melakukan perjalanan ke tujuan yang lebih terpencil dan tidak banyak kerumunan orang. Sehingga, memetakan destinasi baru sesuai preferensi wisatawan pascapandemi serta memastikan kesiapan dari sisi keamanan sesuai dengan protokol kesehatan menjadi kesempatan bagi pelaku industri pariwisata dan pemerintah setempat agar industri ini segera bangkit dari kondisi sulit akibat pandemi ini.

Perilaku penghematan serta penerapan kebiasaan baru di fase The New Normal, membuat wisatawan cenderung memilih staycation di hotel-hotel bujet dengan skala kecil yang memberikan pengalaman menginap unik. Hotel-hotel butik dengan kapasitas yang lebih kecil akan lebih diminati karena dapat memberikan rasa aman dan nyaman ketika berlibur usai Covid-19. Pelanggan dapat menghindari kerumunan orang demi menjaga jarak sosial dan higienitas saat menginap.

Lebih lanjut, data internal OYO mencatat performa hotel OYO di Indonesia perlahan mulai membaik seiring dengan berbagai inisiatif yang dilakukan baik dari sisi operasional maupun bisnis. Tingkat okupansi di bawah 20% pada April 2020, kini mulai menunjukkan grafik peningkatan sejak Mei 2020, dengan 92% pemesanan selama pandemi dilakukan melalui kanal penjualan yang dikelola OYO, seperti aplikasi, web, dan micro-market selling OYO.

Data internal OYO mencatat jika sebelumnya tren pemesanan didominasi oleh penginapan untuk jangka pendek-menengah dengan rata-rata durasi menginap 1-3 hari, kini dalam satu bulan terakhir, terdapat lebih banyak pemesanan kamar yang dilakukan untuk jangka panjang dengan rata-rata durasi menginap 7-14 hari.

Tren ini diperkirakan juga didukung adanya imbauan untuk melakukan isolasi mandiri setidaknya selama 14 hari, dan didominasi oleh mereka yang tidak dapat bekerja dari rumah, seperti para tenaga medis dan pekerja di sektor vital (perbankan dan logistik).

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement