Senin 08 Jun 2020 19:32 WIB

Menjaga Kas Negara Saat Pandemi Covid-19

Perlu tetap menjaga supply side barang/ jasa minimal empat bulan ke depan.

Edy Sutriono  ASN Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov.Kepri, Kemenkeu RI
Foto: dok. Pribadi
Edy Sutriono ASN Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov.Kepri, Kemenkeu RI

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Edy Sutriono*

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kabar fiskal tahun 2020 dalam konferensi pers APBN KiTa secara virtual pada Jumat 17 April yang lalu. Kinerja APBN di tengah pandemi Covid-19 sampai dengan akhir Maret 2020 mencatat defisit sebesar Rp 76,4 triliun atau 0,45 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut

masih berada di bawah target awal tahun sebesar 1,76 persen dan target pelebaran defisit dalam penanganan covid-19 yang sebesar 5,07 persen.

Sementara itu keseimbangan primer sebesar minus Rp 2,6 triliun atau menguat dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar minus Rp 32,5 triliun. Secara umum realisasi belanja pemerintah pusat tumbuh 6,58 persen yang dipengaruhi pertumbuhan belanja modal dan bantuan sosial, yang menandakan upaya pemerintah mempercapat belanja produktif dan perlindungan masyarakat berpenghasilan rendah.

Sedangkan realisasi Transfer Ke Daerah dan Dana Desa mengalami kontraksi dibandingkan tahun lalu disebabkan adanya proses pemenuhan persyaratan penyaluran oleh Pemda. Dari sisi penerimaan lebih dipengaruhi PNBP yang berasal dari laba BUMN disebabkan percepatan RUPS BUMN dan cukai yang dipercepat pembelian pita cukai oleh wajib bayar, sedangkan penerimaan pajak mengalami pertumbuhan negatif khususnya pajak migas dan Pajak Penghasilan (PPh).

Dari kinerja APBN triwulan I tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan masih dapat tercapai pada level 4,5 – 4,6 persen dengan tingkat inflasi terjaga pada level 0,76 persen. Selanjutnya tantangan dan tekanan yang berasal dari sektor dan transaksi riil perekonomian akan makin terasa pada Triwulan II dan III.

Kondisi tersebut diharapkan tidak memberikan dampak yang terlalu dalam terhadap penurunan penerimaan negara khususnya perpajakan. Lesunya dunia usaha dan insentif perpajakan membuat penerimaan pajak akan mengalami pelambatan. Demikian pula penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang sebagian besar disumbangkan dari PNBP sumber daya alam sektor migas dipengaruhi kecenderungan harga minyak dunia yang semakin menurun atau di bawah dari yang ditetapkan dalam asumsi APBN. Sementara itu di sisi belanja pada triwulan II ini, momentum bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri sedikit akan meningkatkan permintaan barang dan jasa dan inflasi.

Tantangan 2020 akibat Covid-19 menurut penulis optimis dapat diatasi melalui mitigasi dan responsivitas pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi di sisi fiskal dan Bank Indonesia melalui kebijakan moneter. Mitigasi dan responsif pemerintah dapat dilakukan secara terstruktur dan mendalam dibandingkan krisis ekonomi pada 1998.

Meskipun demikian upaya yang dilakukan tidak dapat dipungkiri tetap akan terjadi tekanan yang berasal dari domestik dan global akibat Covid-19 dan akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Prioritas (refocusing) belanja dan tambahan belanja fiskal untuk

penanganan covid-19 di bidang kesehatan, perlindungan sosial dan stimulus ekonomi bagi UMKM dan pelaku usaha merupakan upaya untuk mempertahankan daya beli masyarakat, konsumsi rumah tangga dan sisi permintaan.

Namun juga tak kalah pentingnya pemerintah perlu memperhatikan dengan menjamin sisi supply berupa ketersediaan barang pokok yang saat ini dibutuhkan. Karena itu perlu tetap menjaga supply side barang/ jasa minimal dalam empat bulan ke depan dengan mengendalikan inflasi. Dari sisi pembiayaan penerbitan global bond beberapa waktu yang lalu sebesar 4,3 M dolar AS untuk pembiayaan anggaran merupakan langkah untuk meredam krisis akibat covid-19 dan menandakan kepercayaan investor dan internasional pada langkah-langkah yang dilakukan Indonesia.

Sementara itu penurunan BI 7-days reverse reporate oleh Bank Indonesia (BI) merupakan langkah yang tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi di Indonesia. Dunia usaha dan perbankan ditandai rasio kredit bermasalah tapi masih dalam batasan wajar. Demikian juga peranan Bank Indonesia untuk dapat menjadi the last resort /back stop dan pembelian Surat Utang Negara di pasar perdana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement