Ahad 07 Jun 2020 01:39 WIB

Amankah Naik Pesawat Saat Ini?

Naik pesawat saat pandemi Covid-19, penumpang diliputi kekhawatiran tertular.

Rep: Febryan A/ Red: Reiny Dwinanda
Penumpang pesawat Air India mengenakan masker dan face shield ketika terbang di masa pandemi Covid-19. (Dok)
Foto: Antara/KJRI Mumbai
Penumpang pesawat Air India mengenakan masker dan face shield ketika terbang di masa pandemi Covid-19. (Dok)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perjalanan dengan pesawat selama masa pandemi Covid-19 bisa dilakukan bagi penumpang dengan kriteria tertentu. Tapi, amankah mereka dari risiko penularan?

Data terkait cara penyebaran virus Covid-19 sebenarnya masih terbatas lantaran virusnya cenderung masih baru. Kendati demikian, data penyebaran penyakit menular jenis lain bisa dijadikan acuan.

Baca Juga

Salah satunya dengan mengacu pada hasil riset pada 2018 yang dikerjakan para peneliti dari Emory University di Atlanta, Amerika Serikat (AS). Mereka mencoba membuat permodelan pergerakan penumpang dan kru di dalam pesawat dan potensi terjadinya penyebaran penyakit menular.

"Penyakit infeksi pernapasan yang menular lewat tetesan (droplet) tidak mungkin ditularkan secara langsung melampaui jarak satu meter dari penumpang yang sudah terinfeksi. Dengan demikian, penularan terbatas pada (penumpang yang duduk) satu baris di depan atau di belakang penumpang yang sudah terinfeksi," demikian para peneliti menyimpulkan riset itu sebagaimana dilansir BBC.

Hanya saja, temuan permodelan itu kontras dengan hasil riset yang dilakukan sejumlah akademisi lintas disiplin dari sejumlah lembaga pendidikan tinggi di Atlanta. Mereka menemukan bahwa dalam dunia nyata, penumpang yang positif sindrom pernapasan akut berat (SARS) atau influenza bisa menularkan virus ke penumpang yang berada di luar area jangkauan.

Penjelasan mereka adalah penumpang bisa terinfeksi saat di bandara, baik saat naik ataupun turun pesawat. Bisa juga karena menyentuh permukaan yang sudah terkontaminasi.

Berdasarkan simulasi yang mereka lakukan, ditemukan bahwa awak kabin bisa jadi penyebar virus lantaran bergerak di dalam pesawat dan banyak kontak dengan penumpang yang berbeda.

"Sangat penting bahwa pramugari tidak terbang ketika mereka sakit," kata para peneliti tersebut.

Sementara itu, otoritas kesehatan publik di Kanada mengatakan, pihaknya tak menemukan penumpang lain yang terinfeksi saat dua penumpang yang terbang dari Guangzhou ke Toronto, ternyata positif Covid-19. Penerbangan itu membawa 350 penumpang dengan waktu perjalanan 15 jam.

Kebanyakan orang berpikir bahwa berada di ruangan tertutup untuk waktu yang lama pasti akan menyebabkan penularan virus. Terkait hal ini, penjelasan datang dari kepala kedirgantaraan Airbus Jean-Brice Dumont. Dumont mengatakan, pesawat modern telah didesain agar udara di dalamnya tetap bersih.

"Setiap dua sampai tiga menit, secara matematis, semua udara diperbarui. Itu berarti 20 hingga 30 kali per jam, udara di sekitarmu sepenuhnya diperbarui," katanya.

Sederhananya, udara dikumpulkan dari luar pesawat, biasanya melalui mesin, dan dicampur dengan udara daur ulang dari kabin. Udara daur ulang, yang digunakan kembali, sebagian untuk menjaga suhu dan kelembapan, terlebih dahulu melalui filter HEPA (udara partikulat efisiensi tinggi) yang mirip dengan yang digunakan di rumah sakit. Filter HEPA bisa menyaring partikel dengan ukuran 10 nanometer (nanometer adalah sepersejuta meter) ke atas. Sedangkan virus Covid-19 berdiameter sekitar 125 nanometer.

"Filter HEPA memilik standar dan standar yang kami gunakan pada penerbangan komersial adalah salah satu standar tertinggi. Mereka menyaring 99,97 persen partikel dengan ukuran Covid-19," kata Dumont.

Aliran udara di dalam pesawat, menurut Dumont, juga telah dirancang untuk meminimalkan risiko penularan. Udara mengalir secara vertikal.

"Udara diterbangkan dari atas kepala Anda dan dievakuasi dari bawah kaki Anda. Itu membuat tingkat perbanyakan apa pun di udara sangat terbatas. Jadi penumpang dari baris pertama, misalnya, tidak dapat mengontaminasi seseorang di baris 20," ucapnya.

Tapi, aliran udara yang teratur itu mungkin saja terganggu oleh pergerakan awak kabin ataupun penumpang. Bukan tidak mungkin, kalau partikel di udara bisa berubah.

"Filtrasi hanya berfungsi pada aliran udara massal, (sedangkan) sebagian besar transmisi selama perjalanan pesawat akan terjadi ketika percakapan tatap muka jarak pendek. Transmisi aerosol jarak dekat adalah hal yang harus Anda khawatirkan di pesawat, kereta api, atau bus. Ini adalah risiko terbesar," kata Dr Julian Tang, konsultan ahli virologi di Leicester Royal Infirmary dan profesor rekanan di Universitas Leicester.

Bahkan, menurut Tang, risiko tetap ada kendati penumpang berjarak. Tang menjelaskan, durasi Covid-19 dapat tetap di udara tergantung pada berbagai faktor.

"Bervariasi di antara orang yang berbeda, bervariasi tergantung pada kondisi infeksi Anda, dan Anda tidak bisa mengatakan bahwa semua droplet akan jatuh ke tanah dalam jarak dua meter," ucapnya

Beberapa tetesan yang lebih kecil dapat tetap ditangguhkan dan terbang hingga 16 meter. Droplet tersebut bisa membawa virus. Tang menyatakan itu karena terdapat banyak bukti adanya penularan virus melalui udara, sesuatu yang menurutnya telah diabaikan.

Dumont dari Airbus meyakini, tindakan pencegahan sederhana, seperti memakai masker dan batuk atau bersin ke siku, akan meminimalkan risiko. "Saya ingin teliti soal itu. Kami ingin orang-orang memakai masker," katanya.

Di lain sisi, Dumont menilai, tak perlu diterapkan jarak fisik dalam penerbangan. Sedangkan Tang menilai hal itu penting dilakukan. Sebab, udara yang membawa virus bisa mencapai orang lain sebelum filtrasi pesawat bekerja.

Sementara itu, Wakil Presiden International Air Transport Association (Iata) Nick Careem mengatakan, pembatasan fisik di dalam pesawat tak diperlukan. Pihaknya lebih menekankan pembatasan dan penerapan sejumlah tindakan pencegahan selama di bandara.

Tang menekankan, jika dia harus melakukan perjalanan pesawat, maka dirinya akan melakukan sejumlah tindakan pencegahan. "Saya akan mengenakan masker. Itu bukan 100 persen, tapi setidaknya saya akan memiliki perlindungan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement