Jumat 05 Jun 2020 16:05 WIB

PPP: Tapera tak Jamin Lamanya Peserta Mendapat Rumah

Tidak ada norma yang mengatur jika pengelolaan Tapera oleh pihak ketiga bangkrut.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (21/2).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (21/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang kembali menuai protes sejumlah pihak. Anggota Komisi V DPR RI Achmad Baidowi memberikan catatan terkait Tapera tersebut.

"Pertama, UU Tapera tidak menempatkan pemerintah sebagai pihak bertanggungjawab dalam penyediaan dana perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)," ujar Sekretaris Fraksi PPP itu saat dihubungi Republika, Jumat (5/6).

Peraturan tersebut membebankan seluruhnya penyediaan rumah terhadap pekerja dan pemberi kerja. Sehingga, kata Baidowi, peraturan tersebut belum menempatkan masyarakat kelas bawah yang bergerak di sektor informal sebagai pihak yang harus dibantu pemerintah.

Pria yang kerap disapa Awiek itu melanjutkan, dana Tapera merupakan dana amanat dari peserta tabungan yang notabene berasal dari pekerja dan pemberi kerja. Maka dalam prosesnya, kedua pemilik dana itu harus dilibatkan dalam berbagai perencanaan.

"Untuk menghindari masalah ini, maka dalam Badan Pengelola (BP) Tapera maupun Komite Tapera, harus ada keterwakilan dari kelompok pekerja maupun pemberi kerja," ujar dia.

Tapera sendiri bertumpu pada tiga instrumen yakni pengerahan dana, pemupukan dana dan pemanfaatan dana. Pengerahan dana diambil dari kelompok pekerja dan pemberi kerja. Sedangkan pemupukan dan pemanfaatan dana dikendalikan oleh BP Tapera dengan menunjuk pihak ketiga yakni manajer investasi dan perbankan.

Awiek menekankan, menjadi janggal bila dana peserta dikelola pihak ketiga yang tidak melibatkan kelompok pekerja mulai perencanaan hingga pelaksanaan. Jika pihak lain atau ketiga (pengelola investasi) itu bangkrut, Awiek mempertanyakan siapa yang bertanggungjawab.

"Apa pemerintah take over? Tidak ada norma yang mengatur itu. Bagaimana dengan pengawasan hasil pengumpulan dan pengelolan dana? Siapa yang mengawasi?" kata Awiek.

Masalah lainnya adakah jaminan lamanya peserta mendapatkan rumah sejak mulai terdaftar menjadi nasabah Tapera. Sebab, UU hanya menyatakan berdasarkan ‘urut kacang'. Dengan kata lain tidak ada kepastian bagi peserta mendapatkan perumahan.

Anggota Komisi V DPR RI itu juga menekankan perlunya persiapan operasional terutama dukungan infrastruktur agar pengelolaan dana Tapera bisa efektif, efisien dan transparan. Sepertinya perlunya menjalin kerjasama dengan bursa efek Indonesia karena pengelolaan dana setidaknya akan di investasikan di instrument pasar modal.

"Jangan sampai masalah yang terjadi pada investasi Jiwasraya, terjadi juga pada BP Tapera," kata dia.

Awiek menambahkan, permasalahan terkait Tapera yakni pada besaran potongan gaji untuk iuran. Banyak pekerja mungkin keberatan untuk menyisihkan gaji. Demikian juga pemberi kerja yang harus ikut menanggung iuran sebesar 0,5 persen.

"Mungkin aturan ini seharusnya hanya wajib buat yang belum punya rumah. Yang sudah punya seharusnya tidak perlu," ujarnya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement