Kamis 04 Jun 2020 18:29 WIB

Peneliti: Penerapan Herd Immunity Secara Alami Berbahaya

Penerapan Her Imunity lewat vaksin lebih aman dibandingkan alami

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah tenaga medis penanganan COVID-19 mengikuti senam sehat di Puskeskemas Cikampek, Karawang, Jawa Barat. Penerapan strategi herd immunity untuk menghambat penyebaran virus corona jenis baru penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, saat ini jadi kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Peneliti melihat langkah itu sangat berbahaya.
Foto: ANTARA/M Ibnu Chazar
Sejumlah tenaga medis penanganan COVID-19 mengikuti senam sehat di Puskeskemas Cikampek, Karawang, Jawa Barat. Penerapan strategi herd immunity untuk menghambat penyebaran virus corona jenis baru penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, saat ini jadi kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Peneliti melihat langkah itu sangat berbahaya.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Penerapan strategi herd immunity untuk menghambat penyebaran virus corona jenis baru penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, saat ini jadi kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Peneliti melihat langkah itu sangat berbahaya.

Peneliti Virus Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM, dr Mohamad Saifudin Hakim mengatakan, herd immunity merupakan kondisi suatu kelompok atau populasi manusia kebal atau resisten terhadap penyebaran suatu penyakit infeksi. Disebut pula sebagai kekebalan kelompok.

Untuk mencapai kekebalan kelompok, sebagian besar populasi harus memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit. Jadi, mayoritas populasi yang telah kebal dapat melindungi minoritas masyarakat yang belum memiliki kekebalan, misal karena terdapat kontraindikasi dilakukannya tindakan vaksinasi.

"Virus itu kan butuh inang (host) untuk mempertahankan siklus hidupnya, dan saat individu dalam populasi kebal terhadap virus tersebut, maka virus tidak bisa lagi menemukan inang untuk hidup," kata Hakim, Kamis (4/6).

Hakim menyebutkan, ada dua cara untuk menciptakan kekebalan kelompok ini. Pertama, secara artifisial lewat tindakan vaksinasi, untuk merangsang tubuh membentuk kekebalan sebelum terpapar infeksi suatu penyakit secara alami.

Kedua, secara alamiah lewat infeksi alami. Kekebalan kelompok ini didapat ketika seseorang terinfeksi penyakit secara alami, dan tubuh akan merespon dengan membentuk kekebalan ketika berhasil sembuh dari infeksi tersebut.

"Jadi, ada dua cara untuk membentuk herd immunity, yakni terinfeksi virus atau bakteri secara alami atau dengan vaksinasi," ujar peraih gelar doktor bidang virologi dan imunologi Erasmus University Medical Center, Rotterdam, Belanda, tersebut.

Ia menilai, herd immunity melalui vaksinasi akan jauh lebih aman dibanding infeksi secara alami. Sebab, vaksin telah didesain sedemikian rupa, baik dari komponen virus atau virus yang dilemahkan, untuk merangsang terbentuknya kekebalan tubuh, dan tidak menimbulkan sakit atau penyakit.

Selain itu, vaksinasi tidak menyebabkan seorang individu jadi infeksius atau dapat menular karena bahan vaksin hanya dibuat dari partikel virus. Atau, virus hidup yang dilemahkan yang dihilangkan potensi atau gen penularannya.

Cara vaksinasi ini juga telah dikaji melalui ribuan penelitian di seluruh dunia. Serta, hanya menimbulkan efek samping yang minimal bagi tubuh yang telah diketahui dan bisa diantisipasi oleh petugas kesehatan terlatih.

Sebaliknya, herd immunity infeksi secara alami sangat berisiko. Tidak hanya menyebabkan terjadinya sakit atau penyakit, tapi individu yang terkena infeksi alami juga berpotensi menjadi agen penularan.

Kondisi itu akan semakin memakan banyak korban jiwa sampai tahap penularan dapat berhenti. Terutama, setelah individu yang tersisa bisa bertahan hidup dan memiliki kekebalan.

Sedangkan, dalam kasus Covid-19, belum ada kepastian apakah kekebalan yang didapat secara alami terhadap SARS-CoV-2 benar-benar dapat melindungi seseorang dalam jangka waktu yang lama. Atau, tidak akan terinfeksi kembali.

"Sayangnya, untuk kondisi sekarang ini, vaksin masih agak jauh tahap pengembangannya untuk bisa secara efektif mengatasi Covid-19," kata Dosen Departemen Mikrobiologi FKKMK UGM ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement