Rabu 03 Jun 2020 15:46 WIB

Pengamat: Alasan Pembatalan Haji Belum Dipahami Masyarakat

Alasan rasional dan pertimbangan keputusan pembatalan harus disampaikan dengan jelas.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Pengamat: Alasan Pembatalan Haji Belum Dipahami Masyarakat. Foto: Jamaah dengan jumlah terbatas melaksanakan shalat dengan menjaga jarak di Masjidil Haram, Makkah, Selasa (5/5). Selama pandemi Covid-19 kerajaan Arab Saudi menutup akses kedua masjid suci dari umum
Foto: Saudi Press Agency/Handout via Reuters
Pengamat: Alasan Pembatalan Haji Belum Dipahami Masyarakat. Foto: Jamaah dengan jumlah terbatas melaksanakan shalat dengan menjaga jarak di Masjidil Haram, Makkah, Selasa (5/5). Selama pandemi Covid-19 kerajaan Arab Saudi menutup akses kedua masjid suci dari umum

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Agama telah resmi mengumumkan pembatalan penyelenggaraan haji 2020. Untuk langkah selanjutnya, Pengamat Haji dan Umroh Indonesia Ade Marfuddin menyebut, pemerintah harus membahas ulang kerja sama dengan penyedia layanan haji di Arab Saudi.

"Secara persiapan tidak ada yang perlu dilakukan. Ini langsung putus, stagnan, tidak ada yang perlu disiapkan dari sisi penyelenggaraan. Karena keputusan menunda haji ini berarti merevisi kontrak atau kesepakatan yang sudah dibuat," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (3/6).

Ade menyebut, karena Pemerintah Indonesia memilih untuk menunda penyelenggaraan haji, otomatis kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya harus diberikan kejelasan. Apakah akan diperpanjang untuk pelaksanaan haji tahun depan atau seketika batal.

Pembicaraan dan kesepakatan ulang dirasa perlu dilakukan untuk kenyamanan dua belah pihak. Jika kemudian diputuskan pelayanan ditangguhkan untuk tahun depan, maka perlu dibahas pula bagaimana ketentuannya.

 

Selanjutnya, Ade menyebut informasi keputusan pembatalan ibadah haji 2020 masih belum banyak dipahami oleh masyarakat. Kaitannya dengan alasan dibalik keputusan pembatalan tersebut.

Karena itu, ia mendorong pemerintah untuk memberikan penjelasan atau sosialisasi yang intens terhadap masyarakat khususnya calon jamaah haji 2020. Alasan-alasan rasional dan pertimbangan keputusan harus disampaikan dengan jelas.

"Salah satunya kejelasan jika ada jamaah yang harusnya berangkat saat ini ternyata meninggal dunia, maka harus ada kepastian boleh dilanjutkan oleh ahli warisnya untuk pelaksanaan haji tahun depan," kata dia.

Termasuk bagi jamaah yang tahun ini diperbolehkan berangkat namun di tahun berikutnya diketahui tidak isthita'ah untuk kesehatannya. Maka pemberitahuan pengganti dari ahli waris harus dilakukan dengan pasti, dan jangan sampai ada kekeliruan dan merugikan keluarga jamaah.

Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), menurut Ade harus dikeluarkan. Fatwa ini akan membantu memberikan penjelasan kepada jamaah atas landasan atau dasar pengambilan keputusan pembatalan penyelenggaraan ibadah haji 2020.

"Unsur-unsur dari sisi fikih harus dimasukkan agar jamaah bisa memahami dan merasa tenang. Ini juga menghindari mereka mencari informasi sendiri, yang khawatir berujung pada berita bohong atau hoaks. Kalau sudah muncul hoaks, semua lembaga akan sibuk menjelaskan jika tidak ada acuannya," ujar Ketua Umum Rabithah Haji Indonesia ini.

Meski penjelasan dari pemerintah dinilai sudah jelas dan memikirkan berbagai aspek, Fatwa MUI diperlukan sebagai bentuk penegasan alasan penundaan pelaksanaan haji.

Sebelumnya, Menteri Agama Fachrul Razi mengumumkan keberangkatan Jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1441H/2020M dibatalkan pada Selasa (2/6) pagi. Kebijakan ini diambil karena pemerintah mengutamakan keselamatan jemaah di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai.

“Saya hari ini telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441H/2020M,” ujar Menag dalam kesempatan telekonferensi dengan awak media di Jakarta, Selasa (2/6).

Ia menyebut sesuai amanat Undang-undang, selain mampu secara ekonomi dan fisik, kesehatan, keselamatan, serta keamanaan jamaah haji harus dijamin dan diutamakan. Ini berlaku sejak dari embarkasi atau debarkasi, dalam perjalanan, dan selama melaksanakan ibadah di Arab Saudi.

Keputusan ini diambil melalui kajian mendalam. Pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jamaah. Agama Islam sendiri mengajarkan, menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan. Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan.

Selain soal keselamatan, kebijakan diambil karena hingga saat ini Saudi belum membuka akses layanan Penyelenggaraan Ibadah Haji 1441H/2020M. Akibatnya, Pemerintah Indonesia tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan dalam pelaksanaan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jemaah. Padahal, persiapan itu penting agar jamaah bisa menyelenggarakan ibadah secara aman dan nyaman.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement