Selasa 02 Jun 2020 20:29 WIB

Pandemi Bisa Picu Ongkos Penerbangan Lebih Mahal

Jika jaga jarak fisik terus dilakukan maka harus ada evaluasi tarif penerbangan

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
Tiket pesawat
Foto: Republika
Tiket pesawat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kondisi pandemi virus korona atau Covid-19 yang mengharuskan penerapan protokol kesehatan dapat memicu ongkos naik pesawat lebih mahal, terlebih ketika new normal diterapkan. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan selama jaga jarak fisik yang menjadi bagian dari protokol kesehatan penting dilakukan maka akan terus diterapkan dalam operasional penerbangan.

“Akibat dari ini semua, tentu punya masalah dari segi bisnis dan ekonomi. Ini yang perlu didiskusikan, kami komunikasi dengan Kementerian Perhubungan untuk memastikan industri ini punya nafas berkelanjutan paling tidak tetap memperoleh keuntungan,” kata Irfan dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Balitbang Kemenhub, Selasa (2/6).

Baca Juga

Untuk itu, Irfan mengatakan jika jaga jarak fisik terus dilakukan maka harus ada evaluasi harga atau tarif penerbangan. Dengan adanya protokol kesehatan, Irfan mengatakan proses di bandara jauh lebih kompleks prosesnya dan akan lebih mahal.

“PCR test yang harganya Rp 2,5 juta jauh lebih mahal daripada biaya bepergian khsusunya lokasi yang berdekatan seperti Jakarta-Surabaya. Jadi apalagi kalau bepergiaan tujuh hari yang berarti harus PCR dua kali dan bianya harus 5 juta sementara perjalanan bolak balik (harga tiketnya) hanya Rp 1,5 juta,” ungkap Irfan.

Artinya, lanjut Irfan, industri penerbangan nantinya akan menghadapi penurunan penumpang yang cukup drastis. Irfan menuturkan, banyak pendapat yang mengemukakan pemulihan industri penerbangan agar kembali normal seperti sebelum pandemi terjadi dapat dilakukan dua hingga tiga tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement