Selasa 02 Jun 2020 20:11 WIB

PBNU Minta Kemenag Tetap Siapkan Opsi Keputusan Arab Saudi

Tergantung pada kesiapan Pemerintah Arab Saudi sebagai penerima jamaah.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Muhammad Fakhruddin
PBNU Minta Kemenag Tetap Siap Dua Opsi Keputusan Arab Saudi. Foto: Jamaah dengan jumlah terbatas melaksanakan shalat dengan menjaga jarak di Masjidil Haram, Makkah, Selasa (5/5). Selama pandemi Covid-19 kerajaan Arab Saudi menutup akses kedua masjid suci dari umum
Foto: Saudi Press Agency/Handout via Reuters
PBNU Minta Kemenag Tetap Siap Dua Opsi Keputusan Arab Saudi. Foto: Jamaah dengan jumlah terbatas melaksanakan shalat dengan menjaga jarak di Masjidil Haram, Makkah, Selasa (5/5). Selama pandemi Covid-19 kerajaan Arab Saudi menutup akses kedua masjid suci dari umum

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengingatkan Kementerian Agama (Kemenag) RI tetap siap pada dua skenario terkait haji. Meskipun, Kemenag telah mengumumkan bahwa keberangkatan Haji tahun ini ditunda akibat Covid-19.

"Pemerintah harus tetap siap dua-duanya, begitu pula masyarakatnya harus siap dua duanya, karena kita tidak bisa sendirian di sini, ngotot sendiri juga tidak bisa," kata Ketua PBNU KH Marsudi Syuhud saat dihubungi Republika.co.id terkait pengumuman Kemenag, Selasa (2/6).

Marsudi menjelaskan, pada dasarnya Kementerian Agama kewajibannya menyiapkan semuanya, baik menyiapkan opsi bisa berangkat dan opsi tidak bisa berangkat.  Opsi bisa dan tidak bisa berangkatnya haji ini, jelas Marsudi, tergantung pada kesiapan Pemerintah Arab Saudi sebagai penerima jamaah.

Ia juga menjelaskan, haji menyangkut perkara istithaah. Artinya, haji dilaksanakan berdasarkan dari kemampuan dan segala risiko. Bila ternyata pemerintah Saudi nantinya mengumumkan tidak menerima jamaah, maka Indonesia pun harus mengikuti dan ikhlas.

"Kita harus tunduk dan tidak bisa berbuat banyak, karena pemerintah Saudi memang tidak menerima atas alasan yang termasuk Syar'i yaitu Covid-19," kata Marsudi.

Namun, bila Arab Saudi kemudian mampu membuka haji, maka Kementerian Agama juga tidak boleh apriori. Sebab, keberangkatan haji tersebut merupakan jamaah.

"Bila pemerintah Saudi mampu menanggung risiko Covid-19, ya diikuti, karena haji itu istithaah. Ternyata kok nanti dibuka misalnya, tapi gak banyak, ya tidak boleh apriori harus respon dan dijalankan. Kalau memang tidak dibuka Saudi, semuanya harus ikhlas," ujarnya menegaskan.

Sebelumnya, Menag Fachrul Razi memastikan pembatalan keberangkatan jamaah haji karena pemerintah harus mengutamakan keselamatan jamaah di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 yang belum selesai. 

"Saya hari ini telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 Tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Tahun 1441 H/ 2020 M," kata Menag dalam telekonferensi di Jakarta, Selasa (2/6).

Fachrul mengatakan, sesuai amanat undang-undang (UU), persyaratan melaksanakan Ibadah Haji selain mampu secara ekonomi dan fisik, juga harus memperhatikan kesehatan, keselamatan, dan keamanan jamaah haji harus dijamin serta diutamakan. Artinya harus dijamin keselamatan dan keamanan jamaah sejak dari embarkasi atau debarkasi, dalam perjalanan, dan saat di Arab Saudi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement