Ahad 31 May 2020 17:55 WIB

Pilkada di Tengah Wabah, Bawaslu: APD Mesti Dibiayai APBN

Anggaran untuk Pilkada serentak diperkirakan akan melonjak.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Teguh Firmansyah
Pilkada (ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Abhan mengatakan, pemerintah pusat bertanggung jawab memenuhi kebutuhan alat pelindung diri (APD) bagi jajaran penyelenggara pemilu ad hoc. Anggaran tambahan dalam menerapkan protokol kesehatan penanganan Covid-19 pada Pilkada 2020 seharusnya melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

"Karena kebutuhan dari sisi waktu mendesak dan belum tentu APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah) dalam kondisi seperti sekarang bisa mengcovernya," ujar Abhan kepada Republika.co.id, Ahad (31/5).

Baca Juga

Ia mencontohkan, jumlah tempat pemungutan suara (TPS) akan bertambah demi mencegah kerumunan dan penularan virus corona. Sedangkan, bertambahnya jumlah TPS akan menambah jumlah pengawas TPS, maka harus ada perubahan komposisi anggaran untuk biaya rekrutmen pengawas TPS.

"Yang paling memakan anggaran besar adalah biaya untuk honorarium pengawas TPS, selain itu juga pelatihan untuk pengawas TPS. Meskipun honornya tidak terlalu besar tetapi jumlah pengawas TPS-nya bertambah. Ini yang perlu kita antisipasi," lanjut dia.

Abhan mengatakan, Bawaslu akan berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri bila ada penambahan jumlah TPS yang mengharuskan adanya penambahan anggaran pilkada. Sebab, Peraturan Mendagri mengatur hal-hal yang dapat dibiayai APBN maupun APBD, honorarium menjadi bagian yang harus dibiayai pemerintah daerah.

Selain itu, penerapan protokol kesehatan setidaknya menambah anggaran untuk penyediaan masker, sarung tangan, sabun cuci tangan, maupun hand sanitizer. Sementara, lanjut Abhan, keuangan pemerintah daerah saat ini pun terdampak pandemi Covid-19.

Di sisi lain, dana pilkada yang telah disepakati sebelumnya dalam naskah perjanjian dana hibah (NPHD) belum dicairkan oleh sejumlah pemerintah daerah. Sehingga sebagian anggaran belum ditransfer ke rekening KPU daerah masing-masing.

Menurut Abhan, penyelenggara pemilu di daerah baik Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, maupun aparat keamanan harus bisa berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkait kepastian ketersediaan anggaran pilkada. Ia juga meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mendesak pemerintah daerah segera mencairkan dana pilkada.

"Mudah-mudahan dana yang sesuai dengan NPHD itu tidak dikurangi. Di catatan kami memang ada juga daerah yang Pilkada yang NPHD-nya belum cair. Saya kira ini menghambat. Ini kami dorong terus ke Mendagri agar mendesak pemerintah daerah yang belum memenuh kewajibannya sesuai peraturan mendagri," kata dia.

Kemudian, Anggota Bawaslu RI, Rahmat Bagja meminta KPU menyusun pengaturan pelaksanaan tahapan pilkada dengan penerapan protokol Covid-19. Jika tidak dimuat dalam Peraturan KPU (PKPU), dapat juga diatur dalam petunjuk teknis (juknis).

Namun, beberapa tahapan pemilihan yang krusial harus dengan penerapan protokol Covid-19 bisa menjadi bagian PKPU. Misalnya, tahapan verifikasi faktual dukungan calon perseorangan, kampanye, dan pemungutan suara.

"Kalau pun tak diatur dalam PKPU harus diatur dalam juknis. Dengan situasi seperti pada saat ini, ada beberapa tahapan krusial yang protokol kesehatan bisa menjadi bagian PKPU, tahapan-tahapan krusial yang berhubungan dengan masyarakat," jelas Bagja kepada Republika.co.id.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement