Di Jawa pada awal 1940 sudah ada 440 perusahaan kopi, terbanyak berada di Jawa Timur. Produksi kopi per tahun mencapai 2 juta pikul. Sekitar sepertiganya dikonsumsi di dalam negeri.
Sebelum menanam kopi di Jawa, Belanda memasok kopi ke Eropa pada abad ke-17 dengan membeli kopi dari Arab. Baru pada abad ke-18 penanaman kopi arabika dilakukan di Jawa, tapi terserang hama sehingga menggantinya dengan robusta.
Di Belanda, pada 6 Juni-5 Juli 1940, warga yang hidup sendiri mendapatkan jatah kopi atau teh. Ada jatah 0,5 ons teh atau 0,5 pons kopi. Harus dipilih salah satu, jika ingin mendapatkan keduanya, mereka disarankan saling bertukar selama periode itu.
Banyaknya kopi palsu yang dijual di Jawa telah membuat harga kopi menurun pada awal 1930-an. Pada 1931, misalnya, harga kopi per 100 kati sebesar 5-6 gulden. Dengan harga rendah ini, petani-petani di desa yang miskin menggantungkan penghasilan dari mencuri kopi.
Dengan harga yang rendah, masyarakat desa sebenarnya bisa ikut menikmati kopi murni. Satu kati biji kopi mentah setelah diolah disebut bisa menjadi 80 cangkir kopi. "Harganya pun sepeser akhir-akhir ini,'' tulis Soerabaijasch Handelsblad tentang harga secangkir kopi tubruk pada awal Februari 1940. Sepeser setara dengan 0,5 sen.