Jumat 29 May 2020 08:52 WIB

Fitri dari Korupsi dan Pandemi

Idul Fitri harusnya momentum memfitrikan bangsa ini dari praktik korupsi dan pandemi.

Umat Islam melaksanakan shalat Idul Fitri 1441 Hijriah di lantai atas indekos kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Minggu (24/5/2020). Shalat Idul Fitri 1441 Hijriah berjemaah yang dilakukan di rumah dengan jumlah yang terbatas tersebut sesuai imbauan pemerintah guna mencegah penyebaran COVID-19 dan memaksimalkan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
Foto: ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT
Umat Islam melaksanakan shalat Idul Fitri 1441 Hijriah di lantai atas indekos kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Minggu (24/5/2020). Shalat Idul Fitri 1441 Hijriah berjemaah yang dilakukan di rumah dengan jumlah yang terbatas tersebut sesuai imbauan pemerintah guna mencegah penyebaran COVID-19 dan memaksimalkan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Maksun, Dosen Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Walisongo Semarang

Idul Fitri kali ini menimbulkan banyak renungan dan tanda. Antara lain, Idul Fitri kali ini kita rayakan saat bangsa ini dihadapkan pada persoalan korupsi dan wabah pandemi. Virus corona menjadi musibah terbesar abad ini, tak terkecuali di Indonesia.

Namun, bagi sebagian koruptor atau calon koruptor di Indonesia, Covid-19 tampaknya bak "angin segar". Ketika kini perhatian orang terpusat ke wabah corona, disadari atau tidak, publik mulai lupa dengan kasus-kasus terkait korupsi di negeri ini. Menyebut sekadar contoh, kasus PT Asuransi Jiwasraya, PT Asabri, kasus dugaan penyuapan Harun Masiku terhadap anggota KPU Wahyu Setiawan.

Di sisi lain, lahirnya Perppu No 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, membuat para pegiat antikorupsi menjadi waswas. Meski demikian, kemunculan perppu ini amat wajar dan penting sebagai strategi keuangan negara untuk menangani pandemi Co vid-19, tetapi ada satu pasal yang mengkhawatirkan, yaitu Pasal 27 (angka 1, 2, dan 3).

Pasal itu menyebutkan, segala uang yang dikeluarkan adalah biaya ekonomi bukan kerugian negara, semua pejabat keuangan memiliki kekebalan hukum (baik secara pidana maupun perdata), dan semua kebijakan keuangan yang dikeluarkan berdasarkan Perppu No 1 Tahun 2020 bukan merupakan objek gugatan di PTUN. Wajarlah jika ada beberapa kelompok masyarakat mengajukan uji materi terhadap perppu ini ke MK. Sementara itu, wabah yang ditimbulkan virus corona dalam waktu singkat "mengacaukan' berbagai sisi kehi dupan manusia di wilayah terdampak.

Tidak saja dalam bidang sosial ekonomi yang mengakibatkan pengangguran merajalela akibat PHK dan jumlah warga miskin kian melonjak, dalam bidang kesehatan pun dampaknya mengerikan. Jumlah pasien positif naik dan sulit diprediksi kapan berakhirnya.

Perubahan lain yang sangat mencolok adalah dalam kehidupan beragama di masyarakat. Segera setelah pemerintah mengeluar kan kebijakan mulai dari physical distancing hingga PSBB, masjid dan mushala kosong.

Sebab, pertemuan yang mengumpulkan banyak orang, termasuk shalat Jumat, Tarawih, pengajian atau kajian agama untuk sementara waktu ditiadakan. Respons masyarakat terbelah, ada yang mendukung, ada yang "membandel". Termasuk, rencana menjalankan shalat Idul Fitri di masjid atau lapangan.

Nah, sebagai bangsa yang religius sepatutnya bertanya dan merenung, ada apa sebenarnya dengan kehidupan beragama kita selama ini? Apa yang salah dengan cara beragama kita selama ini?

Hari Raya Idul Fitri kali ini, semestinya memberi momentum untuk memfitrikan bangsa ini dari praktik korupsi dan wabah pandemi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement