Jumat 29 May 2020 06:58 WIB

Menikahi Perempuan Ahli Kitab

Allah SWT memberikan beberapa hak istimewa kepada para ahli kitab.

UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan khususnya Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan tentang ketidakbolehan menikah beda agama sedang diujimaterilkan di MK.
Foto: Tahta Aidilla/Republika
UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan khususnya Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan tentang ketidakbolehan menikah beda agama sedang diujimaterilkan di MK.

REPUBLIKA.CO.ID,Dalam ajaran Islam, penganut agama-agama Ibrahimiyah, seperti Yahudi dan Nasrani dikenal dengan sebutan 'ahli kitab'. Dinamakan demikian karena mereka mengakui ajaran nabi-nabi yang membawa kitab suci dari Allah SWT, yaitu Taurat melalui Nabi Musa AS, Zabur melalui Nabi Daud AS, dan Injil melalui Nabi Isa AS.

Istilah ahli kitab banyak disebut di dalam Alquran. Menurut pandangan Islam, para ahli kitab tidak hanya dianggap kafir lantaran mereka tidak menerima kerasulan Nabi Muhammad SAW, tetapi juga kafir dalam arti 'mendustakan Allah'. Meskipun, sebagian dari mereka ada yang meyakini keesaan Allah SWT dan memegang hukum-hukum Tuhan seperti Taurat, Zabur, dan Injil yang diturunkan sebelum Alquran.

Dalam QS al-Maidah ayat 5 disebutkan, Allah SWT memberikan beberapa hak istimewa kepada para ahli kitab. Di antaranya, lelaki Muslim diperbolehkan menikahi wanita yang berasal dari kalangan ahli kitab. Selain itu, umat Islam juga dihalalkan untuk memakan daging binatang yang disembelih oleh mereka.

Semua hak istimewa tersebut diberikan Allah SWT kepada para ahli kitab karena sistem kepercayaan mereka lebih dekat dengan Islam dibandingkan orang-orang kafir lainnya. Semasa hidupnya, Rasulullah SAW juga memberikan kebebasan kepada kalangan ahli kitab untuk menjalankan agama yang mereka yakini.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah orang Yahudi dan Kristen pada zaman sekarang masih termasuk golongan ahli kitab? Apakah lelaki Muslim diperbolehkan menikahi perempuan mereka? Menjawab pertanyaan tersebut, mayoritas ulama berpendapat, menikah dengan wanita Yahudi atau Kristen itu dibolehkan.

Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni (7/99) menuliskan, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai kehalalan  (menikahi) wanita ahli kitab. Di antara sahabat yang meriwayatkan hal itu adalah Umar, Utsman, Hudzaifah, Salman, Jabir, Talhah dan yang lainnya. Ibnu Munzir berkata, "tidak ada dari kalangan generasi pertama yang mengharamkan hal itu."

Ulama asal Arab Saudi, Syekh Ibn Baz rahimahullah, tampak lebih hati-hati dalam mengeluarkan fatwa untuk urusan ini. Menurutnya, jika wanita ahli kitab tersebut mampu menjaga kehormatan dirinya dan jauh dari jalan keburukan, diperbolehkan menikahinya. Itu disebabkan Allah memang membolehkan hal tersebut.

Akan tetapi, menurut Ibn Baz lagi, menikahi para wanita ahli kitab (Yahudi dan Kristen) pada zaman sekarang ini dikhawatirkan karena bisa membawa berbagai dampak buruk. Sebab, para wanita tersebut justru terkadang mengajak calon suami Muslimnya kepada agama mereka.

"Apalagi bagi anak-anak yang lahir dari pasangan Muslim dan ahli kitab, bahayanya bisa besar sekali. Tindakan yang lebih hati-hati bagi seorang mukmin adalah tidak menikahi perempuan yang berbeda agama," kata Ibn Baz. 

 

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement