Kamis 28 May 2020 22:16 WIB

ICW: Vonis Ringan Staf Hasto Sudah Diprediksi Sejak Awal

ICW mengaku tidak heran dengan vonis ringan yang dijatuhkan kepada Saeful Bahri.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengaku tak heran dengan vonis ringan yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap kader PDIP, Saeful Bahri dalam perkara suap pergantian antar waktu (PAW) yang juga menjerat mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Majelis Pengadilan  Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 1 tahun 8 bulan penjara terhadap mantan calon anggota legislatif (caleg) yang juga kader PDIP, Saeful Bahri. Mantan staf Sekjen PDIP Hasto Kristianto tersebut juga dijatuhi denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan.

Baca Juga

"Sedari awal ICW memang sudah memprediksi bahwa vonis-vonis dalam perkara korupsi yang melibatkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan mantan calon anggota legislatif PDIP Harun Masiku akan sangat rendah," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Republika.co.id, Kamis (28/5). 

Putusan ini, kata Kurnia, semakin menambah daftar panjang vonis ringan perkara korupsi. Dalam catatan ICW sepanjang tahun 2019 rata-rata vonis perkara korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara.   Kurnia menyatakan, vonis rendah terhadap Saeful Bahri sebenarnya juga tidak bisa dilepaskan dari kerja penuntutan KPK yang terlihat menanggap enteng perkara ini. Buktinya, kata dia, terdakwa hanya dituntut 2 tahun 6 bulan penjara.

"Jadi, dari perkara ini publik bisa melihat secara jelas bahwa KPK telah melunak dengan para pelaku korupsi," ucapnya.

Kurnia melanjutkan, vonis ringan bisa memberikan efek buruk bagi pemberantasan korupsi di masa mendatang. Selain itu, vonis-vonis ringan dalam perkara korupsi ini pun semestinya menjadi fokus bagi Ketua Mahkamah Agung yang baru. 

"Sebab, bagaimana mungkin tercipta efek jera yang maksimal bagi pelaku korupsi jika hukumannya saja masih rendah," kata Kurnia.

Dalam putusannya, Saeful Bahri selaku kader PDIP terbukti menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan melalui mantan anggota Bawaslu yang juga kader PDIP Agustiani Tio Fridelina. Putusan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK. Diketahui, Saeful dituntut 2 tahun 6 bulan penjara denda Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa.

Saeful Bahri selaku mantan caleg PDIP memberi suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar  57.350 dollar Singapura atau setara Rp 600 juta melalui orang dekat Wahyu, yang juga caleg PDIP, Agustiani Tio. Perbuatan Saeful Bahri itu dilakukan bersama-sama dengan eks Caleg PDIP Harun Masiku yang hingga kini masih menjadi buronan. Uang suap diberikan kepada Wahyu secara bertahap.

Suap diberikan agar Wahyu Setiawan mengupayakan KPU menyetujui permohonan penggantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI Fraksi PDIP dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. 

Dalam putusannya, Majelis Hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan terhadap Saeful Bahri. Hal yang memberatkan putusan karena Saeful Bahri dianggap tidak membantu program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. 

Selain itu, saeful Bahri sebagai kader partai PDIP juga tidak mencontohkan yang baik. Sedangkan hal yang meringankan, Saeful dianggap berlaku sopan dalam persidangan, memiliki keluarga, dan belum pernah dihukum.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement