Kamis 28 May 2020 21:24 WIB

Kemendikbud Berikan PCR dan APD ke UGM

Bantuan satu set PCR dan alat-alat kesehatan ini dalam rangka pencegahan wabah Covid.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Rektor Universitas Gadjah Muda (UGM) Panut Mulyono.
Foto: Republika/Fauzi Ridwan
Rektor Universitas Gadjah Muda (UGM) Panut Mulyono.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Gadjah Mada (UGM) menerima bantuan dari Kemendikbud. Bantuan berupa satu set peralatan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan alat pelindung diri (APD) itu senilai Rp 650 juta.

Bantuan diserahkan Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof Nizam, yang merupakan mantan Dekan Fakultas Teknik UGM. Diterima Direktur Utama Rumah Sakit Akademik (RSA), dr. Arief Budiyanto.

Sekjen Kemendikbud, Prof Ainun Na'im mengatakan, bantuan satu set PCR dan alat-alat kesehatan ini dalam rangka pencegahan wabah Covid-19. Diharapkan alat-alat ini dapat dimanfaatkan dengan baik.

Ainun menyatakan, Ditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud memang sedang lakukan berbagai perubahan dan penyesuaian rencana kerja dan anggaran terkait adanya pandemi Covid-19. Sekaligus, menjaga kelancaran proses belajar mengajar.

"Mudah-mudahan apa yang kita lakukan efektif mencegah Covid-19, membantu masyarakat, menjaga bahkan meningkatkan layanan tridarma perguruan tinggi kita," kata Ainun di Balairung UGM, Kamis (28/5).

Rektor UGM, Prof Panut Mulyono menilai, bantuan ini nantinya diperuntukan untuk Rumah Sakit Akademik UGM. Khususnya, untuk menambah kemampuan RSA dalam menangani dan menanggulangi wabah Covid-19.

"Mudah-mudahan UGM bisa menanganinya dengan sebaik-baiknya wabah Covid ini, tidak hanya pencegahan dan penanganan untuk warga UGM, tapi juga untuk warga Yogyakarta dan sekitarnya," ujar Panut.

RSA UGM sendiri saat ini menangani 11 pasien positif Covid-19. Meski begitu, semuanya tidak sampai menggunakan ventilator, dan masih bisa ditangani dengan menambahkan vitamin, menjaga kesehatan dan lain-lain.

Ia berharap, pada masa pandemi ini cepat ditemukan alat-alat kesehatan dan obat-obat dari kampus. Dengan temuan-temuan itu, diakselerasi agar kampus-kampus jadi pusat riset unggulan dan Indonesia bisa membuat alat sendiri.

"Kalaupun terpaksa impor hanya bagian-bagian yang utama saja, tapi yang lainnya tetap bisa dibuat dan dirakit di dalam negeri untuk dapat kita manfaatkan," kata Panut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement