Rabu 27 May 2020 17:29 WIB

Kemenperin Targetkan Pengurangan Impor 35 Persen pada 2022

Impor harus memiliki nilai tambah sehingga membantu produktivitas dalam negeri

Rep: iit septyaningsih/ Red: Hiru Muhammad
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (29/4/2020). Untuk mengatasai dampak pandemi virus corona (COVID-19), Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2020 tentang Penataan dan Penyederhanan Perizinan Impor, yang mengatur impor barang dan bahan pangan pokok, cadangan pangan pemerintah, bahan baku dan penolong, barang dan bahan baku pencegahan atau penanganan bencana, serta kebutuhan lain yang ditetapkan oleh pemerintah.
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (29/4/2020). Untuk mengatasai dampak pandemi virus corona (COVID-19), Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2020 tentang Penataan dan Penyederhanan Perizinan Impor, yang mengatur impor barang dan bahan pangan pokok, cadangan pangan pemerintah, bahan baku dan penolong, barang dan bahan baku pencegahan atau penanganan bencana, serta kebutuhan lain yang ditetapkan oleh pemerintah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan, impor berkurang 35 persen pada 2022. Program pengurangan atau substitusi impor pun telah disiapkan. 

"Kami dari Kemenperin, sudah secara awal mencoba merumuskan road map agar kita bisa dorong substitusi impor sebesar 35 persen. Tadinya kalau nggak ada Covid-19, targetnya by the end 2021, tapi karena ada Covid-19 ada adjustment karena kondisi sedang tidak normal, market lesu," jelas Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam Halal Bihalal virtual dengan media massa pada Rabu, (27/5).

Ia menegaskan, kementerian tidak alergi terhadap impor. Hanya saja, impor yang dilakukan harus memiliki nilai tambah, sehingga membantu produktivitas industri dalam negeri. "Nanti ada berbagai macam tools, cara, dan kebijakan. Meliputi terkait bea masuk dan lainnya, semua jadi bagian dari road map-nya," tutur dia.

Demi mencapai target pengurangan impor tersebut, kata Agus, perlu koordinasi serta sinergi dari semua pihak. Baik pemerintah, kementerian atau lembaga, dunia usaha, dan lainnya.

"Seperti saya sampaikan, kalau pengembangan industri cuma perlu tanda tangan saya, bisa cepat. Hanya saja kan harus memahami yang dihadapi sektor lain, keharusan kita untuk mampu rumuskan kebijakan yang komprehensif, tidak boleh korbankan sektor tertentu," katanya.

Maka, dalam road map yang disiapkan, terdapat uraian berkaitan koordinasi dengan berbagai lembaga dan asosiasi agar target pengurangan impor bisa tercapai. "Kebijakan akan kami arahkan ke sana, tentu kalau ada prioritas, karena kami akan identifikasi berdasarkan pareto terbesar penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB), termasuk penyerapan tenaga kerjanya," kata Agus. 

Terkait impor, ada beberapa sektor yang diidentifikasi. Meliputi otomotif, tekstil, juga petrokimia. "Ketiga sektor tersebut menjadi penggerak, di samping sektor lainnya. Prioritas kita lainnya yakni sektor alkes (alat kesehatan) dan farmasi, karena ke depannya kedua sektor itu semakin penting," ujarnya. 

Agus mengungkapkan, ini pertama kalinya ia menyampaikan target pengurangan impor ke publik. "Setelah berbagai macam pertimbangan, akhirnya saya sampaikan ke publik sekarang," kata Agus. (Iit Septyaningsih) 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement