Selasa 26 May 2020 17:19 WIB

Bisakah Deddy Corbuzier Disengketakan ke Dewan Pers?

Kewenangan Dewan Pers hanya pada produk jurnalistik yang disiarkan media massa.

Rep: Febryan A/ Red: Andi Nur Aminah
Deddy Corbuzier saat mewawancarai mantan Menkes Siti Fadilah Supari di Rutan Pondok Bambu.
Foto: Tangkapan layar
Deddy Corbuzier saat mewawancarai mantan Menkes Siti Fadilah Supari di Rutan Pondok Bambu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) menyatakan wawancara yang dilakukan Deddy Corbuzier dengan menteri kesehatan RI periode 2004-2009 Siti Fadilah Supari melanggar prosedur. Apakah wawancara untuk konten Youtube Deddy itu bisa disengketakan ke Dewan Pers?

Wakil Ketua Dewan Pers, Hendri Chairuddin (CH) Bangun, mengatakan, pihaknya hanya berwenang menyelesaikan sengketa terhadap produk jurnalistik yang disiarkan media massa berbadan hukum. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Pers.

Baca Juga

Lantas, apakah konten Youtube Deddy itu sesuai dengan ketentuan dalam UU Pers?

Deddy mengunggah hasil wawancar dengan Siti Fadilah, yang statusnya masih terpidana kasus korupsi, di akun Youtube-nya pada Kamis (21/5) lalu. Video itu bertajuk "Siti Fadilah, Sebuah Konspirasi-Saya Dikorbankan".

 

Wawancara dengan embel-embel eksklusif itu berdurasi 25 menit 47 detik. Video berisikan wawancara dengan Siti terkait isu flu burung, virus corona, dan konspirasi vaksin. Sejauh ini unggahan tersebut telah ditonton sebanyak 3,5 juta kali.

Menurut Hendri, dari sisi produk, konten Youtube itu sudah bisa disebut produk jurnalistik. Pasalnya, menurut dia, kontennya sama saja dengan konten yang dibuat oleh media massa.

"Saya sendiri menilai, per definisi, sudah bisa disebut karya jurnalistik," kata Hendri kepada Republika.co.id, Selasa (26/5).

Bahkan, ia menilai, Deddy sudah bisa disebut sebagai seorang wartawan. "Dia melakukan (wawancara) berkali-kali dan secara sengaja untuk disiarkan ke publik. Dari sisi ini dia juga per definisi sudah bisa disebut wartawan," kata Hendri.

Namun, dia menambahkan, dari aspek legal, karya jurnalistik harus disiarkan oleh perusahaan pers berbadan hukum. "Nah, ini yang saya tidak tahu," ucapnya. Dia mengatakan, hal ini perlu dinilai terlebih dahulu oleh panel ahli di Dewan Pers.

Meski demikian, Hendri menyatakan pihaknya siap menerima jika Ditjenpas melaporkan Deddy. "Kalau terkait 'berita' bila ada pengaduan, Dewan Pers siap menerima. Minimal untuk menilai," ucapnya.

Penilaian akan diberikan mengenai video tersebut, apakah sesuai kaidah jurnalistik atau tidak. "Supaya ditangani dengan UU Pers dan tidak dengan UU lain yang bisa berujung pidana," ujar Hendri.

Ditjenpas pada Selasa (26/5) menyatakan wawancara Deddy dengan Siti melanggar prosedur karena tidak memenuhi persyaratan sesuai Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi pada Ditjenpas, Kantor Wilayah Kemenkumham, dan UPT Pemasyarakatan.

Siti diwawancarai oleh Deddy, menurut Ditjenpas, ketika dia sedang dirujuk ke RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, pada Rabu (20/5). Deddy disebut tak mengantongi izin tertulis dari Ditjenpas. Wawancara juga tanpa pendampingan pegawai pemasyarakatan dan membahas topik yang tak berkaitan dengan bimbingan narapidana. Republika.co.id telah berupaya meminta tanggapan pihak Deddy, tetapi belum mendapatkan respons hingga saat ini.

Siti Fadilah merupakan narapidana korupsi dalam kasus pengadaan alat kesehatan (alkes) guna mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) tahun 2005. Ia dihukum empat tahun penjara dan baru akan bebas pada Oktober 2020.

sumber : Ī
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement