Selasa 26 May 2020 15:34 WIB

Badai Eks Kerispatih Soroti Pesatnya Tren Musik Digital

Masih banyak karya dibawakan ulang tanpa izin pencipta lagu.

Badai Eks Kerispatih
Foto: namanyawidy.wordpress.com
Badai Eks Kerispatih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan teknologi digital mengubah kebiasaan banyak orang dalam berbagai hal. Salah satunya dalam hal menikmati musik yang semakin mudah.

Mantan personel band Kerispatih, Badai, mengatakan perubahan tren musik ke arah digital beberapa tahun belakangan memberikan dampak signifikan terhadap para musisi atau pencipta lagu. Utamanya, dalam hal royalti.

"Industri digital kalau dikelola dengan benar pastinya menguntungkan," ujarnya, Selasa (26/5).

Sebagai musisi dan pencipta lagu, Badai dikenal banyak menghasilkan berbagai hit populer saat bersama Kerispatih ataupun karya-karya yang dibawakan oleh penyanyi lain. Menurut dia, pengelolaan yang baik termasuk dari elemen yang mengelola itu dalam arti Lembaga Manajemen Kolektifnya. "Kemudian dari user-nya, lalu dari publisher itu bisa mengelola dengan baik atau tidak karena memang pendapatannya besar sekali," ujar Doadibadai Hollo itu.

                               

Terlebih, Badai mengatakan industri musik digital Indonesia termasuk yang mengalami pertumbuhan pesat di Asia Tenggara dengan pendapatan yang tinggi pula. Untuk itu, perlu dikelola dengan baik agar musisi atau pencipta lagu benar-benar mendapatkan haknya.

                               

Meski demikian, dia juga menyoroti masalah perlindungan dan apresiasi terhadap karya yang masih sangat lemah di tengah kemudahan dan potensi besar dari bisnis layanan musik digital. "Saya sebagai musisi bersyukur dengan adanya platform digital karena saya juga merasakan royalti juga cuma permasalahannya perlindungannya yang masih sangat lemah," ujarnya.

Badai menyoroti masih banyaknya karya musik yang dibawakan ulang tanpa izin dari pencipta lagu aslinya atau dari pemegang hak cipta yang beredar di layanan musik digital. "Banyak sekali pengguna kreatif terutama musisi yang kita sebut saja artis cover itu dia membawakan materi atau karya lagu yang sudah hit namun izinnya tidak diurus, kemudian performing rights untuk dibawakan di panggung dan dibawakan ulang itu tidak diurus dengan baik," jelasnya.

                               

Padahal pencipta lagu berhak mendapatkan hak moral pencipta dan hak ekonomi atas karya yang dihasilkan dan dibawakan ulang oleh penyanyi lain. Dia menyebut, media baik itu paltform digital, televisi, radio, atau sekelas Instagram tidak bisa menjelaskan hak moral pencipta. "Bahkan penggunanya sendiri kadang enggak mau menuliskan itu, miris kan," ujarnya.

Badai juga menyoroti mengenai masih banyaknya layanan musik digital yang tidak menyertakan nama pencipta lagu di layanan musik mereka. Menurut dia hal itu menjadi salah satu penyebab pendengar musik saat ini kurang menghargai jerih payah para pencipta lagu dalam menghasilkan sebuah karya yang dapat dinikmati.

"Mungkin Apple Music udah kali ya, tapi kalau Spotify dan Joox belum ada. Itulah kenapa anak-anak sekarang enggak paham mengenai penghargaan hak moral karena paltform digital ini enggak menyediakan fasilitas itu," kata dia.

Badai berharap ke depannya para penyedia layanan musik digital juga dapat memberikan dukungan kepada musisi dan pencipta lagu dengan mencantumkan nama mereka. "Harusnya di deskripsi lagu itu ditulis karena itu kan hak moral diatur dalam undang-undang," ujarnya.

Sebuah lagu merupakan suatu karya cipta. Musisi atau pencipta itu punya dua hak, yakni hak moral dan hak ekonomi. "Kalau hak ekonomi kan duit, kalau hak moral penulisan nama pencipta dengan benar," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement