Selasa 26 May 2020 07:04 WIB

Soal Virus Corona, Presiden Brasil Tuding Media

Presiden Brasil menuding media global berhaluan kiri.

Presiden Brasil Jair Bolsonaro bersama para pendukungnya yang mengajak ia berswafoto di Brasilia, Brasil, Senin (25/5).
Foto: Eraldo Peres/AP
Presiden Brasil Jair Bolsonaro bersama para pendukungnya yang mengajak ia berswafoto di Brasilia, Brasil, Senin (25/5).

REPUBLIKA.CO.ID, RIO DE JANEIRO --  Brasil menduduki peringkat dua global untuk kasus Covid-19. Presiden Brasil Jair Bolsonaro menuding semua itu akibat kesalahan para walikota, gubernur, mantan menteri kesehatan, dan media. 

Namun, ia menggambarkan dirinya sebagai pejuang dengan gagasan yang berpikir jernih. Menurut dia, menghentikan perekonomian demi menghentikan laju kasus Covid-19 hanya akan membuat Brasil lebih menderita daripada membiarkan sang penyakit yang mendikte Brasil. Ia menuding para gubernur negara bagian bertindak otoriter karena menolak dekrit presiden yang membolehkan tempat-tempat olahraga tetap buka. 

Hingga berita ini ditulis, data Johns Hopkins University menyebutkan Brasil memiliki lebih dari 363 ribu kasus Covid-19. Lebih dari 22 ribu orang meninggal. 

Ketika ditanya soal jumlah kematian yang melampaui Cina --tempat virus corona berasal, Bolsonaro mengatakan, "Saya tidak bisa membuat keajaiban. Anda ingin saya berbuat apa?"

Ketika ditanya tentang AS memberlakukan larangan bepergian ke dan dari Brasil, para penasihat Bolsonaro menyebut itu sebagai histeria media semata.  

photo
Pendukung Presiden Jair Bolsonaro memaki para wartawan di Istana Alvorada, Brasilia, Senin (25/5). - (Eraldo Peres/AP)

Sejak awal wabah, Bolsonari memang selalu menampik dampak yang mengintai akibat kebijakannya. Salah satu kebijakannya yang utama adalah menentang para gubernur negara bagian yang memerintahkan warganya tinggal di rumah.

Pada April ia memaksa Brasil terus membuka kegiatan perekonomian. "Menbuka kembali perekonomian adalah risiko yang saya jalankan, karena kalau (virus corona) memburuk, saya juga yang akan kena getahnya," kata Bolsonaro.

Dua pekan kemudian, jumlah pasien yang meninggal melampaui angka 5.000 orang. Ia berkomentar, "Jangan timpakan hal yang bukan salah saya."   

Kini, negeri dengan populasi sekitar 211 juta jiwa ini memiliki kasus lebih dari 22 ribu jiwa. Angka itu bahkan terus meningkat. 

Mahkamah Agung (MA) Brasil akhirnya memutuskan, negara bagian dan kota masing-masing memiliki yurisdiksi untuk menerapkan kebijakan karantina. Maka pada 7 Mei, Bolsonaro diiringi para menteri dan pemimpin dunia usaha, mendatangani MA. Ia menuntut aneka pelarangan di tiap wilayah diperlunak.

"Sejumlah negara bagian bertindak terlalu jauh dalam menerapkan larangan, dan konsekuensinya akan terasa," katanya, menyebutkan ada jutaan warga Brasil kehilangan mata pencaharian.      

Bolsonari mennutut tempat olahraga, salon, dan tempat cukur tetap buka karena dipandang sebagai layanan jasa esensial. Namun, para gubernur bagian tak mengindahkan permintaan itu. Bolsonaro langsung mending para gubernur "bertindak otoriter". 

Maka pada Sabtu (24/5) malam, Bolsonaro memberi contoh dengan berjalan-jalan di ibu kota, Brasilia. Ia membeli hot dog dari penjual kaki lima. Video yang diunggah di akun Facebook menunjukkan para pendukungnya melakukan swafoto dan memanggil-manggil dengan nama panggilannya, "Myth". Sementara warga yang melakukan karantina mandiri di sekitarnya muncul di jendela sambil memukul-mukul panci dan wajan, sebagai tanda protes. 

Pada Senin (25/5) pagi, Bolsonaro menolak menjawab pertanyaan para wartawan, saat sang presiden akan meninggalkan istana kepresidenan. Seorang pendukungnya kemudian meminta Bolsonaro berupaya memperbaiki citranya yang negatif. Barulah, ia bersedia berkomentar.

"Media global adalah orang-orang kiri," kata Bolsonaro santai, lalu menudingkan telujuk ke arah para wartawan.

Saat Bolsonaro naik ke mobilnya, giliran para pendukungnya yang mengarahkan perhatian kepada para wartawan. Mereka memaki wartawan dengan kata-kata, "sampah" dan "komunis". 

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement