Jumat 22 May 2020 01:11 WIB

Pandemi Covid-19, Pemerintah Diharapkan Naikan Cukai Rokok

Rokok bisa memperparah infeksi Covid-19 dengan tingkat risiko kematian tinggi

Rokok (ilustrasi). Di tengah pandemi Covid-19, Pemerintah diharapkan menaikkan cukai rokok.
Foto: AP/Dave Martin
Rokok (ilustrasi). Di tengah pandemi Covid-19, Pemerintah diharapkan menaikkan cukai rokok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wabah virus corona saat ini terus meningkat dengan masif di Indonesia, berbagai upaya dan kebijakan sudah diterapkan oleh pemerintah untuk mencegah meluasnya penularan virus corona dan semua kemungkinan yang bisa menjadi pemicu penularan itu sendiri.

Belakangan, kalangan akademisi dan praktisi menyampaikan bahwa ada potensi yang juga sama bahayanya dalam konteks penularan virus corona, yakni dengan adanya perilaku merokok yang juga bisa meningkatkan resiko infeksi dari virus mematikan itu.

Seperti yang diungkap oleh Direktur Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan Indonesia (RAYA Indonesia) Hery Chariansyah. Dia menegaskan rokok bisa memperparah infeksi Covid-19 dengan tingkat resiko kematian yang tinggi. Oleh karenanya pemerintah didesak untuk segera menaikkan cukai rokok sebagai strategi efektif agar konsumsi rokok masyarakat bisa menurun.

“Bukan hanya bisa menurunkan konsumsi rokok, kenaikan cukai juga bisa meningkatkan pendapatan negara,” jelas Hery melalui siaran persnya.

Perihal kenaikan cukai rokok ini disampaikan Hery saat menjadi pembicara diskusi online bertajuk “Tanggung Jawab Industri Rokok Terhadap Buruh dan Masyarakat Dari Dampak Bahaya Produk Tembakau Yang Berlipat Dalam situasi Pandemi Covid-19 di Indonesia", beberapa waktu lalu.

 

Tanggapan senada disampaikan oleh nara sumber lainnya, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) DR. dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P (K). Dia mengatakan ada bukti-bukti yang menunjukkan pasien perokok memiliki resiko lebih tinggi memicu komplikasi penyakit berat dengan resiko kematian yang tinggi juga akibat infeksi Covid-19.

Agus menjabarkan risetnya pada 1.000 pasien di China dan menemukan bahwa perokok dengan Covid-19 lebih sering membutuhkan perawatan intensif (ICU) dibandingkan bukan perokok. Bahkan dalam 12 penelitian di dunia menyebutkan pasien perokok yang terinfeksi Covid-19 lebih beresiko dua kali lipat mengalami kondisi buruk dibandingkan yang bukan perokok.

Menurut dokter spesialis paru ini, setidaknya ada empat hal yang membuat para perokok lebih beresiko terinfeksi Covid-19 hingga mengalami kondisi kefatalan. Yakni, perokok mengalami gangguan sistem imunitas saluran nafas dan paru akibat terpapar asap rokok, yang kedua merokok bisa meningkatkan regulasi reseptor angiotensin-converting enzyme-2 (ACEZ). Enzyme itu sendiri bisa mempercepat infeksi.

Permasalahan ketiga, kata Agus. Perokok beresiko mengidap penyakit kronik seperti jantung, diabetes. Sedangkan yang keempat, perokok lebih sering memegang mulutnya ketika merokok tanpa mencuci tangan dan ini beresiko memicu infeksi Covid-19 masuk kedalam tubuh.

Praktisi lain yang mengamini bahaya rokok terkait infeksi virus corona adalah, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen, Tulus Abadi. Menurutnya, fenomena tingginya intensitas perokok di Indonesia harus dihentikan dengan adanya wabah pandemi ini. Pasalnya kalau tidak maka Covid-19 yang akan menghentikannya.

“Data korban atau pendertia Covid-19 yang disebabkan oleh perokok aktif harus segera dipublish agar semakin cepat dapat diedukasi kepada masyarakat terkait dampak rokok terhadap Covid-19,” ungkap Tulus dalam diskusi.

Sementara itu, dari sisi ketenaga kerjaan, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Buruh, Kahmid Istakhori, menjelaskan para pekerja di industri rokok saat ini menanggung beban dua kali lipat. Keberadaan mereka menjadi dilematis, karena kalau mereka bekerja resikonya bisa terinfeksi Covid-19, sedangkan jika mereka semua dirumahkan, bakal menjadi permasalahan baru.

Peneliti Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), DR. Abdilah Ahsan menegaskan, kebijakan cukai untuk menurunkan konsumsi rokok bukan semata-mata untuk meningkatkan pendapatan negara, ini hanya merupakan efek samping dari kenaikan itu. Tetapi pesan pentingnya seperti yang diungkap oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) jelas bahwa merokok bisa merusak paru-paru dan memperparah infeksi Covid-19. Karena adanya intensitas menyentuh mulut saat merokok.

Ahsan mengatakan, jika tarif cukai rokok naik, maka harga otomatis akan naik, dengan demikian maka permintaan menurun dan efek dari turunnya konsumi rokok itu bisa membuat kualitas kesehatan akan semakin meningkat.

“Rokok merupakan produk inelastic demand, dengan estimasi jika tahun 2020 cukai rokok naik 23 persen maka harga jual eceran akan naik sebesar 35 persen, otomatis konsumsi rokok diperkirakan akan turun tujuh persen sampai 28 persen,” tukas Ahsan.

Ahsan menilai, saat inilah momentum terbaik di tengah situasi pandemi Covid-19 bagi pemerintah untuk menurunkan jumlah perokok di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement