Kamis 21 May 2020 16:33 WIB

Pandemi Corona di Brasil Memburuk, Kasus Baru Capai 20 Ribu

Kematian akibat virus corona di Brasil menembus 888 dalam sehari.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Petugas dari SOS Funeral program of the Municipal Secretariat of Social Assistance melakukan pemindahan jenazah terinfeksi COVID-19 di Manaus, Brasil, Kamis (7/5). Selama Pandemi COVID- 19, Funeral SOS, mengalami peningkatan jumlah bantuan dari penjualan dan donasi guci pemakaman sebesar 300 persen.
Foto: EPA-EFE/RAPHAEL ALVES
Petugas dari SOS Funeral program of the Municipal Secretariat of Social Assistance melakukan pemindahan jenazah terinfeksi COVID-19 di Manaus, Brasil, Kamis (7/5). Selama Pandemi COVID- 19, Funeral SOS, mengalami peningkatan jumlah bantuan dari penjualan dan donasi guci pemakaman sebesar 300 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA -- Pandemi virus corona di Brasil mulai memburuk, dan tidak menutup kemungkinan dapat menjadi negara kedua dengan jumlah kasus tertinggi di dunia Kementerian Kesehatan Brasil melaporkan 888 kematian baru, dan hampir 20.000 infeksi baru dalam satu hari.

Menurut Kementerian Kesehatan Brasil, total kasus infeksi virus corona mencapai 291.579 dengan 18.859 kematian. Brasil telah menyalip Inggris menjadi negara dengan jumlah infeksi tertinggi ketiga dan mencatat rekor harian 1.179 kematian pada Selasa lalu.

Baca Juga

Presiden Brasil, Jair Bolsonaro telah dikritik secara keras karena kelalaiannya dalam penanganan pandemi virus corona. Bolsonaro justru mengecam langkah pembatasan sosial karena dapat membahayakan ekonomi negara. Selain itu, dia juga mendukung penggunaan obat malaria untuk pasien infeksi virus corona, meskipun belum teruji secara klinis.

Kementerian Kesehatan mengeluarkan pedoman baru untuk penggunaan obat anti-malaria bagi pasien infeksi virus corona dengan gejala ringan. Plt Menteri Kesehatan, Eduardo Pazuello mengesahkan protokol tersebut setelah dua dokter mengajukan pengunduran diri karena ditekan untuk mempromosikan penggunan chloroquine dan hydroxychloroquine.

Mantan kepala regulator kesehatan Brasil, Gonzalo Vecina Neto mengatakan, pedoman baru tersebut dapat menyebabkan lebih banyak bahaya bagi pasien virus corona karena, efek samping obat anti malaria sangat berbahaya jika penggunannya tidak sesuai.

"Ini tidak memiliki bukti ilmiah. (Sangat) tidak dapat dipercaya bahwa pada abad ke-21, kita hidup dari pemikiran ajaib," ujar Vecina Neto.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement