Perjuangan Nabi Sam’un dan Datangnya Malam Seribu Bulan

Rep: zainur mahsir ramadhan/ Red: Ani Nursalikah

Kamis 21 May 2020 08:24 WIB

Perjuangan Nabi Samun dan Datangnya Malam Seribu Bulan Foto: republika Perjuangan Nabi Samun dan Datangnya Malam Seribu Bulan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dari sekian banyak malam, lailatul qadar menjadi malam yang istimewa di antara malam lainnya. Namun demikian, Nabi Muhammad SAW hanya memberikan beberapa sinyal datangnya malam tersebut, dan tak memberitahu secara pasti tepatnya.

Jika membahas alasan datangnya malam yang dijuluki malam seribu bulan itu, tentu bisa mengutip sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori. Ibnu Abas berkisah, suatu saat Nabi Muhammad bercerita tentang seorang Nabi bernama Sam’un Ghozi Alaihi Salam. Hidupnya hampir setiap hari dilalui dengan berperang, terlebih, dengan senjata istimewanya yang selalu ia bawa kala berperang. 

Baca Juga

Dikatakan, Nabi Sam’un mempunyai senjata andalan berupa rahang unta, yang biasa ia gunakan sebagai senjata andalan. Namun demikian, ketika ia haus, senjata itu disebut bisa mengeluarkan air, begitupun ketika lapar, maka senjata itu bisa menumbuhkan daging untuk dimakan.

Mengutip buku Sisi Lain dari Kisah-kisah Al-quran karya M Fathoni, Nabi Sam’un akhirnya menjadi pendekar yang tidak terkalahkan hingga usianya mencapai 83 tahun lebih empat bulan. Hingga pada suatu saat, orang kafir yang telah putus asa melawannya, meminta istri Nabi Sam’un untuk berkhianat dan membantu percobaan pembunuhan terhadap Nabi Sam’un demi imbalan yang menggiurkan.

Sang istri yang tergiur, melakukan percobaannya dengan mengikat Nabi Sam’un kala ia tertidur, dengan harapan bisa membantu kafir melakukan penyiksaan dan pembunuhan dengan mudah. Apa daya, Nabi Sam’un yang diberi anugerah kekuatan besar oleh Allah SWT, bisa mengatasinya dengan baik, tali ia putus dengan mudah.

Begitupun dengan percobaan kedua yang dilakukan sang istri. Ikatan tali yang lebih kuat, masih mampu diputuskannya, meski akhirnya kelemahan Nabi Sam’un diketahui istri dan langsung dimanfaatkannya.

photo
Iktikaf untuk perempuan. - (Republika.co.id)

Waktu berselang, Nabi Sam’un, wali Allah dengan rambut panjang yang disebut mencapai tanah itu kehilangan kekuatan. Mendengar kejadian itu, kafir langsung mendatangi kediamannya dan menyerang Nabi Sam’un untuk menyiksanya hingga mati.

Singkat cerita, Nabi Sam’un yang masih dalam keadaan terikat itu lalu dibawa ke hadapan raja. Siksaan terus didapat Nabi Sam’un, bahkan, kedua matanya dibutakan, beberapa bagian tubuh dipotong dan dipertontonkan ke masyarakat.

Diperlakukan demikian, Nabi Sam’un berdoa meminta pertolongan dan pertaubatan kepada Allah SWT. Doa itu dikabulkan, hingga akhirnya ia diberi kekuatan kembali dan seluruh orang dalam kejadian itu hancur karena pertolongan Allah SWT, termasuk istri Nabi Sam’un AS.

Atas pertolongan itu, Nabi Sam’un yang masih hidup bersumpah kepada Allah SWT untuk menebus semua dosa-dosanya dan berjuang melawan semua kebathilan serta kekufuran yang lamanya mencapai seribu bulan. Lebih jauh, dalam buku Janibal Ma’rifat karangan Dafiq, dia menjelaskan, kitab Qishashul Anbiyaa menceritakan suatu kisah mengenai Rasulullah yang sedang berkumpul dengan para sahabat di bulan suci Ramadhan.

Para sahabat, dalam kisah itu, penasaran dengan Rasulullah yang tersenyum sendiri. Hingga, Rasulullah menjawab “Diperlihatkan kepadaku hari akhir di mana seluruh manusia dikumpulkan di padang Mahsyar. Semua nabi dan rasul berkumpul Bersama umatnya masing-masing. Ada seorang nabi yang membawa pedang, tak mempunyai pengikut satupun masuk ke dalam surga, dia adalah Sam’un Alaihi Salam.”

Rasulullah juga mengatakan, berdasarkan perjuangan Sam’un, Malaikat Jibril memberinya wahyu, bahwa pada bulan Ramadhan, ada sebuah malam yang lebih baik dari pada seribu bulan. Hal itu diungkapkan Nabi Muhammad, karena para sahabat yang tertarik dan ingin mencontoh atas amal seribu bulan dari Nabi Sam’un Ghozi AS.