Kamis 21 May 2020 05:56 WIB

Saatnya Evaluasi Komunikasi Penanganan Covid-19

Sejumlah pejabat publik lebih mengedepankan ego sektoral dalam tangani covid-19

Trimanah, Dosen Unisula Semarang
Foto:

Kedua dari proses delivery pesan. Narasi tunggal akan memudahkan delivery pesan. Pejabat, menteri bahkan presiden akan lebih confident dalam menyampaikan pesan kepada publik, dan ini akan dimaknai positif oleh publik. Energi positif dari organisasi akan tersalurkan kepada publik. 

Begitupun sebaliknya, ketika pejabat, menteri, bahkan presiden saling menganulir pesan, saling menunjukkan ego sektoral, tidak kompak, akan mengalirkan energy negative kepada publik. Publik menjadi apriori, bingung, tidak percaya atas apa yang disampaikan. 

Persepsi publik akan terbentuk berdasarkan hal-hal yang diterangkan diatas. Persepsi adalah proses mengorganisasikan, menafsirkan rangsangan yang diperoleh melalui pengalaman indrawi berdasarkan apa yang dilihat,dibaca, didengar, dirasakan. Persepsi inilah yang akan mempengaruhi perilaku publik, mendukung atau tidak mendukung. Prof Dedy Mulyana menyebutnya sebagai intinya komunikasi. 

Kunci keberhasilan penanganan covid-19 terletak pada dukungan publik. Oleh sebab itu, apapun yang dilakukan oleh pemerintah dalam mencapai tujuan dalam penanganan wabah ini harus berorientasi pada dukungan publik. 

Dukungan publik dapat dilakukan melalui dua strategi komunikasi yang dilakukan secara bersamaan. Pertama, dengan cara membujuk (persuasive) dimana komunikasi dilakukan dengan cara memberikan pesan-pesan yang informative, edukatif, interaktif  yang akan mempengaruhi aspek kognitif, afektif dan konatif dari publik.

Kedua, dengan cara memaksa (enforcement) yang sifatnya transaksional, dengan mengeluarkan aturan dan kebijakan sebagai pesan yang mengikat, yang berimplikasi pada penegakan aturan atas pesan tersebut.

Bila kita cermati proses komunikasi organisasi yang dilakukan pemerintah dari sejak sebelum masa pandemic  dimulai hingga sekarang, tampaknya  abai pada aspek semiotika komunikasi, kurang perhatian pada penggunaan data valid sebagai dasar penyusunan rencana dan tindakan komunikasi,  serta acuh pada persepsi publik. 

Para pejabat publik kita lebih mengedepankan ego sektoral, lebih mementingkan personal feeling daripada fakta dan data, tak peduli persepsi publik akan seperti apa. Alih-alih mendapat dukungan publik, yang ada malah munculnya banyak kekecewaan-kritikan dan berujung pada kegaduhan yang tidak menyelesaikan permasalahan. 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement