Kamis 21 May 2020 05:56 WIB

Saatnya Evaluasi Komunikasi Penanganan Covid-19

Sejumlah pejabat publik lebih mengedepankan ego sektoral dalam tangani covid-19

Trimanah, Dosen Unisula Semarang
Foto: Istimewa
Trimanah, Dosen Unisula Semarang

REPUBLIKA.CO.ID --- Oleh Trimanah, Dosen Ilmu Komunikasi UNISSULA Semarang/Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Komunikas USAHID Jakarta

Ada yang bilang bahwa komunikasi adalah jantung dan nafasnya organisasi. Tanpa komunikasi, organisasi akan berhenti beroperasi. Negara adalah organisasi besar, yang didalamnya terdapat organ-organ yang memiliki tugas dan pembagian kerja masing-masing tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain, semuanya saling berkaitan, demi tercapainya tujuan yang diinginkan. 

Negara Indonesia adalah organisasi besar yang  memiliki organ-organ yang berkerja, saling mendukung dan saling bertukar pesan atau informasi secara hirarkis baik vertical maupun horizontal, baik di dalam maupun keluar organisasi. Mereka yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut memberi makna atas apa yang terjadi.

Dalam menghadapi wabah global covid-19, publik luas dapat melihat melalui kacamata media mengenai bagaimana proses komunikasi organisasi Negara Indonesia dalam menangani wabah ini lalu menafsirkan dan memberikan makna atas proses komunikasi tersebut.

Tanda-tanda (sign) baik verbal atau linguistic maupun nonverbal merupakan pesan yang diterima oleh publik dari para pejabat, menteri bahkan presiden, akan berkorelasi pada pencapaian tujuan penanganan pandemic. 

Tanda-tanda ini akan dimaknai oleh publik, baik secara denotatif yang rasional dan logis, maupun konotatif yang cenderung bersifat implisit, irasional dan berbeda dengan apa yang sebenarnya. Proses pemaknaan menurut teori semiotika Roland Barthes memang begitu.

Oleh sebab itu, dalam ilmu public relations yang concern pada upaya membangun komunikasi positif demi memperoleh dukungan publik, maka penciptaan tanda yang dimanifestasikan dalam bentuk pesan-pesan organisasi haruslah didesain dan direncanakan sedemikian rupa dari hulu sampai ke hilir. 

Hal ini dimaksudkan agar pesan dari organisasi tidak dimaknai secara konotatif dan multitafsir yang cenderung negatif.

Makna yang diciptakan publik mengenai penanganan covid-19 baik yang denotative maupun konotatif sangat berhubungan erat dengan bagaimana para pejabat mengirimkan signal-signal pesan verbal dan nonverbal kepada publik. 

Berdasarkan mekanisme semiotika tersebut, harusnya signal pesan dan proses komunikasi sudah didesain sejak awal, sejak sebelum Covid-19 benar-benar masuk ke Indonesia. 

Dalam konteks komunikasi, organ Negara Indonesia yang difungsikan sebagai public relations-nya organisasi harus memiliki kemampuan analisis dan prediksi yang baik. 

Sebagaimana dinyatakan dalam hasil pertemuan asosiasi public relations di Mexico tahun 1978 yang menyebutkan bahwa public relations  adalah seni sekaligus disiplin ilmu sosial yang menganalisis berbagai kecenderungan, memprediksi setiap kemungkinan konsekuensi dari setiap kegiatannya, memberi masukan-masukan dan saran-saran kepada para pemimpin organisasi, dan mengimplementasikan program-program tindakan terencana untuk melayani kebutuhan organisasi dan untuk kepentingan publiknya.

Bila merujuk pada hasil pertemuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa organ yang difungsikan sebagai public relations harusnya melakukan analisa dan prediksi atas wabah covid-19, sebelum kemudian dapat memberikan masukan dan saran kepada presiden atau menteri terkait. 

Modal utama untuk melakukan analisa dan prediksi adalah data-data valid yang didapatkan di lapangan baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data-data ini dapat diperoleh melalui riset. 

Data akan memberikan gambaran yang komprehensif mengenai apa, bagaimana dan seperti apa covid-19 nantinya mempengaruhi aspek social, budaya, ekonomi Negara Indonesia. Prediksi ini akan berimplikasi pada penyusunan rencana dan tidakan komunikasi organisasi, baik komunikasi internal maupun eksternal. 

Prediksi ini akan menyatukan organ-organ internal organisasi untuk saling support, saling melengkapi sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Komunikasi internal lintas organ akan berlangsung sinergis. 

Pejabat atau menteri bahkan presiden sekalipun akan saling mengerti apa yang harus dilakukan di organ-nya masing-masing. 

Berdasarkan prediksi ini pula, organisasi dapat merencanakan feedback seperti apa yang diharapkan dari publik. Oleh sebab itu, penentuan key message (pesan kunci) menjadi penting. Key message disusun dan dipahami bersama oleh organ internal. 

Key message harus clear, jelas, tegas. Inilah yang disebut sebagai narasi tunggal. Narasi tunggal akan memberikan kepastian dalam proses komunikasi publik.  

Masyarakat akan memaknai proses komunikasi publik organisasi dari dua hal. Pertama dari pesannya. Narasi tunggal akan membantu memudahkan publik untuk memaknai pesan, begitupun sebaliknya. Pesan yang beragam dan saling tumpang tindih akan memunculkan pemaknaan konotatif yang negative dan destruktif. 

 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement