Tradisi Musaharati saat Ramadhan yang Masih Hidup di Gaza

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Muhammad Hafil

Rabu 20 May 2020 12:54 WIB

Tradisi Musaharati saat Ramadhan yang Masih Hidup di Gaza. Foto: Seorang pedagang menunggu pelanggan untuk membeli makanan tradisional menjelang bulan puasa Ramadhan di pasar utama Kota Gaza, Selasa (21/4). Ramadhan dimulai pada akhir pekan ini bulan ini, umat Islam di seluruh dunia berusaha untuk mempertahankan ritual berharga pada bulan paling suci tanpa menyebarkan wabah virus Corona lebih lanjut. Foto: AP / Adel Hana Tradisi Musaharati saat Ramadhan yang Masih Hidup di Gaza. Foto: Seorang pedagang menunggu pelanggan untuk membeli makanan tradisional menjelang bulan puasa Ramadhan di pasar utama Kota Gaza, Selasa (21/4). Ramadhan dimulai pada akhir pekan ini bulan ini, umat Islam di seluruh dunia berusaha untuk mempertahankan ritual berharga pada bulan paling suci tanpa menyebarkan wabah virus Corona lebih lanjut.

REPUBLIKA.CO.ID, JALUR GAZA -- Blokade Israel di Jalur Gaza, Palestina, dan kemajuan teknologi tidak lantas membuat antusiasme umat Muslim untuk musaharati hilang. Tradisi yang lekat dengan bulan Ramadhan ini masih hidup di Jalur Gaza.

Selama bulan Ramadhan setiap tahunnya, penata rambut yang juga ayah dari tiga anak di Jalur Gaza kerap memainkan peran musaharati. Musaharati adalah nama yang diberikan kepada orang yang berkeliling di daerah pemukiman untuk membangunkan orang-orang untuk makan sahur saat Ramadhan.

Baca Juga

Musaharati telah menjadi tradisi yang mengakar di banyak masyarakat Muslim. Abu Atwan memainkan peran sebagai musaharati di waktu sahur. Ia berkeliling kampung untuk membangunkan orang-orang sebelum waktu sholat subuh. Sementara orang-orang baik dewasa dan anak-anak kerap keluar rumah atau mengintip dari jendela untuk menyaksikan Abu Atwan yang lewat sembari memukul genderangnya dan mengucapkan do'a.

Meskipun kini telah ada teknologi moderan seperti alarm sebagai pengingat, namun banyak komunitas Palestina yang masih mengikuti cara-cara lama seperti ini. Abu Atwan telah menjalankan musaharati di lingkungannya di sebelah barat kota Rafah di Jalur Gaza selatan selama tujuh tahun terakhir.

Saat menjalankan aksinya sebagai musaharati, ia mengenakan kostum tradisional Palestina dengan topi merah dan syal putih. Sembari berjalan keliling kampung, ia memukul genderangnya selama sekitar 90 menit sebelum kembali rumah untuk makan sahur bersama keluarganya.

Kepada Arab News, dilansir pada Rabu (20/5), ia mengungkapkan bahwa ia senang melakukan peran tersebut. Pasalnya, ia senang dengan interaksi dan penghargaan yang diterimanya dari orang-orang. Terutama, ketika ia melafalkan himne tentang pentingnya puasa dan menyembah Allah, serta slogan-slogan yang mendorong persatuan nasional dan kesalingtergantungan.

Meski perkembangan teknologi telah mengubah kebiasaan dan gaya hidup banyak orang, namun ia mengatakan bahwa peran musaharati masih dihormati dan popularitasnya masih bertahan di banyak komunitas. Blokade Israel dan kekacauan politik telah mempengaruhi semua aspek kehidupan bagi 2 juta warga Palestina yang tinggal di Jalur Gaza. Akan tetapi, Abu Atwan mencatat bahwa masalah-masalah ini tidak mengurangi antusiasme untuk musaharati.

Namun, karena wabah virus corona (Covid-19), Abu Atwan menyebut ada penurunan dramatis dalam bisnis di salon penata rambutnya. Meskipun pekerjaan sebagai musaharati dilakukan sukarela, akan tetapi ia terkadang menerima uang dan hadiah lain dari orang-orang untuk menghormati perannya. Setidaknya, hal itu membantunya di tengah memburuknya ekonomi.

Saat memerankan musaharati di bulan Ramadhan tersebut, Abu Atwan didampingi oleh temannya, Mohammad Shaath. Pria berusia 25 tahun itu mengatakan, bahwa ia juga senang bisa melihat senyum di wajah orang-orang sembari melantunkan nyanyian rohani dan slogan agama. Shaath menambahkan, bahwa ritual musaharati adalah salah satu fitur paling penting dari Ramadhan.