Rabu 20 May 2020 10:10 WIB

Bersiap Menghadapi The New Normal

Pandemik telah mengubah dan menjadi titik balik bagi sebagian besar umat manusia

Papan reklame digital berisi imbauan dirumahaja terpasang di kawasan Sudirman, Jalan Jendral Sudirman, Jakarta.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Papan reklame digital berisi imbauan dirumahaja terpasang di kawasan Sudirman, Jalan Jendral Sudirman, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Basdiati, Economics Enthusiast

Saat ini kita memasuki babak baru dalam episode menghadapi pandemik Covid-19. Hal ini dimulai dari kebijakan-kebijakan terkait relaksasi yang dimulai dari sektor transportasi pada minggu lalu, kemudian bertambah pada sektor strategis, dan adanya pelonggaran PSBB di beberapa wilayah.

Padahal di sisi lain tren jumlah penderita masih bertambah baik di Indonesia maupun di dunia, obat dan vaksin masih dalam tahap formulasi dan pengujian, serta masih terbatasnya daya tampung fasilitas medis yang dapat menangani pandemik ini. Dengan adanya kebijakan ini, sebagian dari kita dan orang-orang yang terdekat dengan kita akan kembali beraktivitas di luar rumah, yang kemudian akan menghadapi beberapa risiko, di antaranya yaitu risiko terpapar baik langsung maupun tidak langsung.

Pandemik ini telah mengubah dan menjadi titik balik bagi sebagian besar umat manusia dan sistem yang berlaku. Setelah 2,5 bulan yang lalu pemerintah mengumumkan kasus pertama di negeri ini, kita telah melewati fase ketakutan, kemudian berusaha untuk belajar dan beradaptasi menghadapi perubahan. Proses ini memunculkan adanya cara pandang dan atau kebiasaan yang baru.

Meskipun kurang lebih sebagian orang melakukan kegiatan yang sama, namun akan dilakukan cara yang berbeda bila dibandingkan dengan kebiasaan sampai dengan sebelum adanya Covid-19, inilah yang menjadi 'the new normal' yang merupakan salah satu efek dari wabah.

Untuk menghadapi resiko dan kondisi 'the new normal' tersebut di atas, perlu adanya tindakan mitigasi resiko untuk meminimalisir dampak dan beradaptasi terhadap perubahan.

Dalam menghadap ini dapat dimulai dengan niat serta pikiran yang positif dan kreatif, kemudian melakukan identifikasi dan analisis atas risiko dan peluang yang akan dihadapi, serta tindakan yang dapat dilakukan yang disesuaikan dengan aktivitas dan kebutuhan baik diri sendiri, orang yang terdekat, dan lingkungan sekitar.

Pertama, hal yang dapat dilakukan di rumah di antaranya memilih dan memasak makanan yang halal dan baik (thayib), berolahraga, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, mengatur pengeluaran, do it yourself (DIY) barang-barang sederhana yang digunakan sehari-hari, mengintesifkan konsep rumahku surgaku (baiti jannati), memaksimalkan penggunaan teknologi, belajar pengetahuan baru yang dapat meningkatkan kompetensi dan motivasi, atau mempelajari skill baru yang diminati yang bisa berpeluang menjadi bisnis yang baru atau menambah penghasilan.

Kedua, ketika beraktivitas di luar rumah, misalnya menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan kebutuhan (masker kain, sabun, sarung tangan, hand sanitizer, baju yang lebih tertutup, dll), membawa bekal sendiri, mengurangi penggunaan transportasi dan fasilitas umum, melakukan kegiatan di luar yang sifatnya mendesak saja, serta mengurangi dan menjaga batas interaksi fisik (physical distancing).

Ketiga, pandemik ini memberikan kesempatan untuk lebih peka agar peduli dan membantu sesama manusia, termasuk peduli terhadap hewan. Meskipun sama-sama dalam keadaan kritis, kita semua berusaha berkontribusi untuk saling meringankan beban, dan bersyukur bahwa banyak pihak telah melakukan usaha yang terbaik dalam menangani pandemik ini.

Keempat, meningkatkan kesadaran diri (self awareness) bahwa apa yang dilakukan oleh satu orang dapat berdampak kepada yang lainnya dan bahkan lebih luas, serta mengikuti ketentuan yang berlaku dan anjuran profesional demi kebaikan bersama, dan agar pandemik ini dapat cepat diselesaikan.

Kelima, keadaan ini merupakan takdir Allah SWT (qadarullah) terlepas dari kontroversi darimana virus ini berasal. Sebagai makhluk dan hamba Allah SWT, kita berusaha ikhlas dalam menerima ujian, dan dapat mengambil hikmah atas kejadian ini dari sisi hubungan dengan Allah SWT, hubungan dengan sesama manusia, serta hubungan dengan alam semesta.

Hal-hal tersebut di atas adalah sebagian tindakan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko dan menyiapkan diri menghadapi fase normal yang baru. Sepuluh hari terakhir Ramadhan ini dapat menjadi momentum evaluasi diri agar senantiasa berupaya memperbaiki diri, sebagaimana fungsi Ramadhan sebagai madrasah.

Kita berikhtiar semaksimal mungkin, dan kemudian bertawakkal kepada Allah SWT. Semoga kita dapat menjadi bagian dari kaum yang dapat lulus dan menjadi pemenang dalam melewati ujian ini. Cukuplah Allah menjadi penolong bagi kami, dan Allah sebaik-baik pelindung.

Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’mannasiir. Wallahu a’lam bishowab.

 

(Jumat, 15 Mei 2020)

 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement