Selasa 19 May 2020 12:48 WIB

Soal Bank Jangkar, Dradjad: Dana yang Disalurkan Peanuts

Dana bank jangkar hanya 0,6-07 persen dari seluruh kredit perbankan.

Dradjad Wibowo
Foto: Ist
Dradjad Wibowo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom senior INDEF Dradjad Wibowo mengaku belum terlalu khawatir dengan skema bank bank jangkar. Hal yang menjadi masalah justru angkanya yang terlalu kecil.

"Karena, jumlahnya dana yang disalurkan masih peanuts. Kecil sekali. Hanya Rp 35 triliun,” kata Dradjad dalam pesan whatsapp kepada republika.co.id, Selasa (19/5).

Jumlah tersebut, menurut Dradjad, hanya 0,6-07 persen dari seluruh kredit perbankan. Jika dibandingkan dengan NPL yang sudah dipublikasikan, angkanya hanya sekitar 22-23% NPL.

"Angka Rp 35 triliun itu juga hanya sekitar 30% dari nilai kredit yang direlaksasi, yang per akhir April 2020 disebut mencapai Rp 113,8 triliun,” ungkap Dradjad yang juga ketua Dewan Pakar PAN tersebut.

Soal conflict of interests ataupun beban bagi bank Himbara, menurut Dradjad, bank sudah biasa menyalurkan kredit atau melakukan penempatan ke bank lain. Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia, per Februari 2020 kredit antar bank mencapai Rp 65,8 triliun. Hampir dua kali lipat dana untuk bank jangkar. Penempatan dana antar bank bahkan lebih tinggi nilainya, sebesar Rp 254 triliun per Februari 2020.

Untuk melakukan kredit ataupun penempatan antar bank, kata Dradjad, tentu bank saling menilai satu sama lain. Jadi jika bank peserta menilai proposal bank pelaksana, itu bukan sesuatu yang baru.

Yang dipermasalahkan Dradjad justru, pertama, uangnya terlalu kecil. Informasi dari pengusaha, kata Dradjad, kesulitan likuiditas yang mereka alami sudah sangat berat. "Untuk menambalnya, perlu dana besar sekali. Kata mereka, bahkan lebih besar dari Rp 1600 triliun yang disebut Kadin,” papar Dradjad. Jika benar demikian, uang Rp 35 triliun itu hanya peanuts.

Kedua, lanjut Dradjad, sisi keadilan. Saat banyak pihak kesulitan likuiditas, lalu ada 3 bank yang digosipkan akan menjadi bank jangkar dan menerima kucuran likuiditas. Tentu direksi bank tersebut lebih mementingkan restrukturisasi nasabahnya sendiri. Untuk nasabah mereka sendiri saja uang Rp 35 triliun itu belum tentu cukup. "Jadi bisa saja restrukturisasi di bank lain itu hanya untuk pantas-pantasan saja nantinya,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement