Idul Fitri Momentum Netizen Saling Memaafkan

Rep: Andrian Saputra/ Red: Muhammad Fakhruddin

Senin 18 May 2020 21:44 WIB

Idul Fitri Momentum Netizen Saling Memaafkan. Saling memaafkan (Ilustrasi) Idul Fitri Momentum Netizen Saling Memaafkan. Saling memaafkan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --- Fenomena saling hujat antar pengguna media sosial saat Ramadhan dan di tengah pandemi covid-19 masih terus terjadi. Menurut analisis Pengamat Media Sosial yang juga pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi kebanyakan saling hujat netizen di medsos masih karena dilatarbelakangi pertarungan politik saat piplres 2019 .

Banyak buzzer dua kubu yang bertarung di pilpres tahun lalu masih saling hujat di media sosial terutama berkaitan dengan program dan kebijakan. "Tidak ada bedanya Ramadhan dengan sebelumnya, karena ini bawaan polarisasi yang engga akan pernah hilang. Dengan cara-cara masih ada buzer kan dari dua kubu, yang profesional dibayar. Dan dalam komunikasinya itu hanya mengkomunikasikan program, tapi menghujat-hujat juga," kata Ismail kepada Republika pada Senin (18/5). 

Namun demikian di luar politik, yakni terkait sikap terhadap pencegahan untuk memutus penyebaran  Covid-19, menurut Fahmi ada kecenderungan kesamaan sikap netizen. Menurut Fahmi netizen cenderung akan menghujat pihak-pihak yang tidak mendukung langkah-langkah pencegahan Covid-19 serta pihak-pihak yang tidak mendukung upaya tenaga kesehatan dalam memerangi Covid-19. 

"Semisal ada yang menstigma menolak tenaga kesehatan, itu mereka langsung hajar. Prinsipnya pada Covid ini netizen mengikuti apa yang direkomendasikan, tidak ngumpul-ngumpul, begitu ada yang ngumpul siapa pun itu dihajar. Entah itu di masjid, di pasar , di depan Sarinah termasuk yang jamaah tabligh. Karena mereka melihat ini berbahaya bagi komunitas secara umum. Entah itu eksekutif, atau siapapun yang bergerombol ini dihajar semua sama netizen," katanya. 

Namun di luar itu, menurut Fahmi ada hal isu-isu terkait covid-19 yang membuat perbedaan pandangan netizen di media sosial hingga berujung saling menghujat bahkan saling menyebarkan berita hoaks. Misalnya saja dengan adanya isu konspirasi di balik pandemi Covid-19 hingga membawa ras dan suku bangsa tertentu sebagai penyebab pandemi Covid-19. 

"Masing-masing ada pendukungnya mereka saling hujat. Misal soal Covid-19 itu bikinan Cina, ada sentimen Cina. Dari sisi lain ada buatan Yahudi, akibatnya mereka saling serang," katanya. 

Namun demikian terkait kebijakan yang diambil pemerintah terhadap penanganan Covid-19, menurut Ismail, banyak netizen yang juga mengungkapkan  kebingungannya terlebih bila terjadi ketidaksesuaian pengambilan kebijakan antara pusat dan daerah. Namun pada akhirnya, menurut Ismail, netizen terbagi pada polarisasi politik yang dilahirkan saat pilpres tahun lalu. 

"Secara umum netizen itu bingung dengan kebijakan, gimana menghadapi itu, bingung karena berubah-ubah. Bahkan terkadang bertolak-belakang pusat dan daerah dengan menteri sehingga tidak sinkron membuat bingung netizen. Ujungnya saling serang lagi, polarisasi politik lagi seperti pilpres," tuturnya.

Ismail pun berharap momentum Hari Raya Idul Fitri bisa mendorong para netizen untuk saling memaafkan dan menghentikan saling hujat terlebih dengan kata dan ucapan yang kasar di media sosial. Ismail pun melihat masih banyak netizen yang mendoronh kegiatan-kegiatan positif dan memberi dukungan di tengah pandemi Covid-19. Semisal dengan mendorong kegiatan enterpreneur dan lainnya. 

"Saya harapkan (momentum idul Fitri) mereka bisa saling memaafkan, tapi itu kan dari hati, itu ada ketika mereka saling kenal. Paling tidak ucapan secara formatif, meski habis itu saling serang lagi. Karena memang naturenya seperti itu di media sosial. Tetapi yang penting lagi gambaran besar netizen di media sosial bukan saja itu (saling hujat), ada banyak netizen yang memunculkan entertainment, enterpreneur dari anak muda jauh lebih banyak. Mereka yang saling hujat itu sebenarnya sisa-sisa politik yang tidak besar tapi konsisten dan energinya tak habis dan mereka punya kelompok," katanya.