Senin 18 May 2020 13:06 WIB

Muslim Kerala Pro Kontra tentang Rileksasi Masjid

Kerala sudah dua bulan membatasi ibadah di masjid cegah penyebaran Covid-19.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Ani Nursalikah
Muslim Kerala Pro Kontra tentang Rileksasi Masjid. Pemandangan masjid Jama Masjid di kawasan tua Delhi, India.
Foto: REUTERS/Adnan Abidi
Muslim Kerala Pro Kontra tentang Rileksasi Masjid. Pemandangan masjid Jama Masjid di kawasan tua Delhi, India.

REPUBLIKA.CO.ID, KOZHIKODE -- Komunitas Muslim di Kozhikode, negara bagian Kerala, India berbeda pendapat tentang wacana rileksasi pembatasan pelaksanaan sholat di masjid. Kerala sudah dua bulan membatasi ibadah di masjid untuk memutus penyebaran Covid-19.

Mereka pun kebingungan lantaran adanya perbedaan pendapat para tokoh Muslim menyikapi kebijakan itu. Sebagian berpendapat tak ada yang salah merileksasi pelaksanaan ibadah berjamaah seperti halnya rileksasi yang diberlakukan pada pertokoan dan sektor lainnya.

Baca Juga

Terlebih pemerintah dinilai lebih keras dalam memberlakukan aturan pada bulan suci Ramadhan yang sudah memasuki tahap terakhir. Namun, yang lainnya berpendapat akan terjadi kekacauan bila pembatasan untuk mencegah penyebaran Covid-19 dihapus atau dilakukan rileksasi di tempat ibadah saat ini. 

Diantara yang mendorong rileksasi masjid adalah Dewan Semua Imam India yang menulis surat untuk kepala menteri agar mengambil langkah rileksasi. "Pemerintah bisa berpikir memperbolehkan pelaksanaan sholat di masjid-masjid yang berada di zona hijau dimana tidak ada ancaman infeksi virus. Tapi tentu saja, pertemuan semacam itu harus lah mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh otoritas kesehatan," kata kepala Dewan Imam, Aburehman Baqavi seperti dilansir Times of India, Senin (18/5).

Anggota sekretariat negara dari Federasi Pelajar Sunni Samastha Kerala, Basheer Faizy Deshamangalam juga menyuarakan hal yang serupa dengan Dewan Imam. Bahkan ia mempertanyakan alasan pemerintah menutup masjid-masjid sedang membiarkan outlet minuman keras dan perusahaan lain tetap beroperasi. 

"Kami tak menuntut membuka masjid di kota-kota yang sering dikunjungi orang dalam jumlah besar. Tapi tak bisakah berpikir untuk membuka setidaknya masjid-masjid kecil di pedesaan di mana sholat bisa dilaksanakn dengan menerapkan jaga jarak sosial," katanya. 

Namun sebagian tokoh Muslim lainnya berbeda pandangan tentang kebijakan pelonggaran atau rileksasi dari pembatasan yang diberlakukan di masjid. "Memang benar orang-orang terganggu karena mereka dilarang sholat berjamaah terlebih saat Ramadhan. Tapi kita harus berpikir logis dari pada emosional. Saya menyampaikan khutbah di sebuah masjid yang kehadiran jamaahnya di atas 4.000 orang. Bagaimana kita bisa membantai jumlahnya itu? Tak ada organisasi yang sanggup mengambil tanggung jawab mengelola kerumunan yang banyak," ujar seorang pemimpin komunitas Muslim di Kerala.

Sementara seorang pemimpin Sunni di Kerala yang sebelumnya mendukung pencabutan pembatasan yang diberlakukan di masjid-masjid kini justru berpendapat berbeda. Ia menilai belum waktunya melakukan rileksasi di masjid-masjid.

"Kami memperoleh fatwa dari ulama senior bahwa mematuhi otoritas pemerintah adalah hal yang penting disarankan dalam situasi saat ini. Beberapa orang mengunggah foto sholat berjamaah di sejumlah negara Muslim tetapimasjid di negara itu tetap berada di bawah kendali polisi," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement