Senin 18 May 2020 11:56 WIB

Perpusnas Transformasi Penyajian Bahan Bacaan

Perpusnas miliki 3 miliar koleksi artikel dan 600 ribu buku bahasa Indonesia.

Pelajar membaca buku di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa (18/2/2020).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Pelajar membaca buku di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa (18/2/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando mengatakan intitusinya melakukan transformasi dalam penyajian bahan bacaan yang ada. Saat ini, sekitar tiga miliar artikel bisa diakses melalui media daring.

"Dan disiapkan 600.000 buku-buku Bahasa Indonesia yang bisa dibaca secara penuh serta diakses lewat berbagai fasilitas seperti gawai, komputer dan sebagainya," ujar Syarif dalam keterangannya di Jakarta, Senin (18/5).

Baca Juga

Dia menambahkan bahwa hal itu menunjukkan perpustakaan telah merubah paradigma, dari yang sebelumnya harus dikunjungi, menjadi menjangkau masyarakat. Perpusnas, kata dia, menjadi satu-satunya di seluruh dunia yang menerapkan "Digital Rights Management" yang diberi nama “iPusnas” sebuah aplikasi android perpusnas digital.

"Kami mengucapkan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada seluruh penggiat literasi juga para pendidik. Kita semakin sadar bahwa perpustakaan adalah sebuah simbol peradaban," terang dia.

Dalam peringatan HUT Perpusnas ke-40, Bando mengatakan selama pandemi covid-19 peran perpustakaan semakin terasa. Baik bahan bacaan tersedia di rumah maupun yang bisa diakses melalui daring.

Perpusnas, kata dia, memiliki tugas dan fungsi untuk menghimpun dan melestarikan khazanah intelektual bangsa berupa berbagai karya cetak dan karya rekam, sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 13 Tahun 2018, tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR).

Dengan demikian, Perpusnas menjadi simbol pusat repositori nasional yang memastikan semua buku yang terbit di Indonesia legal dan mendapatkan "Internasional Standar Book Number" atau (ISBN).

"Kami menyadari bahwa jumlah terbitan di Indonesia saat ini belum seimbang dengan jumlah penduduk, sehingga salah satu kendala adalah keterbatasan bahan bacaan. Ditaksir sampai hari ini, tidak lebih dari sekitar 200.000-300.000 judul buku yang terbit setiap tahun, dan rata-rata setiap judulnya hanya dicetak rata-rata sekitar 5.000 eksemplar," ucap Bando.

Hal itu menjadi penyebab utama terjadinya ketimpangan antarwilayah. Di beberapa kota besar, bahan bacaan mudah diakses. Akan tetapi daerah-daerah lain terutama yang ada di perbatasan, seperti Indonesia bagian timur, masih kekurangan bahan bacaan.

"Tantangan kita semakin berat ke depan. Berbagai upaya yang ditempuh negara lain untuk membangun indeks literasi itu betul-betul mendapatkan perhatian yang serius. Sementara kita masih terkendala pada ketimpangan antarwilayah," ucap dia.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement