Ahad 17 May 2020 10:45 WIB
Wabah

Kisah Karantina Pandemi Pes di Jawa dan Malang Pada 1910

Kisah karantina akibat pandemi pes di Paris of the East pada 1910

Kover Jurnal Sejarah
Foto: Jurnal Sejarah
Kover Jurnal Sejarah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Martina Safitry, Dosen Sejarah Peradaban Islam IAIN Surakarta danPengurus Pusat Masyarakat Sejarawan Indonesia 



Pada sebuah reportase perjalanan seorang fotografer di Malang menjelang pertengahan tahun 1911, diceritakan suasana kesunyian di jalan- jalan yang biasanya ramai. Di ujung jalan terdapat sebuah bendera merah dan papan pengumuman bertuliskan huruf Jawa dan Latin yang berisi larangan untuk memasuki kampung.

Beberapa mantri polisi tampak berjaga di depan jalan masuk desa. Pemukiman penduduk tampak tak berpenghuni ditinggal pergi untuk karantina atau ditinggal mati pemiliknya.

Tak seberapa jauh dari pemukiman penduduk berdiri sejumlah barak berbentuk lingkaran sebanyak 40 buah. Hari-hari terasa begitu mencekam, penduduk disergap ketakutan akan datangnya penyakit mematikan yang mengancam kelangsungan hidup mereka (Weekblad voor Indie, 23 April 1911).

Gambaran suram itu terjadi ketika Malang dilanda wabah penyakit pes. Citra Malang yang dijuluki sebagai Paris of the East dengan potensi alam yang indah berubah menjadi daerah yang mencekam. Sejak pertama kali menimbulkan korban jiwa pada November 1910 hingga akhir tahun 1911, dari 2300 kasus, tercatat 2100 pasien meninggal dunia.

Hal yang menarik kemudian untuk dibahas, dari jumlah tersebut yang menjadi korban pada tahun 1911 akibat penyakit pes adalah bangsa Pribumi, Tionghoa dan Arab. Terjangkitinya manusia oleh suatu penyakit dan kemudian mewabah secara luas dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu daya tahan tubuh yang kurang baik, interaksi dengan si penderita, faktor genetik, faktor geografi lingkungan, biogeografis dan lain-lain.

Koloniale geschiedenis. Indonesië (voorheen Nederlands-Indië): Grote brug over de Kali Brantas, nabij het station te Malang. Java, 1880-1900.

  • Keterangan foto: Malang tahun 1947.

Ketika wabah-wabah besar meluas di Hindia Belanda, pemerintah sering kali menyalahkan rakyat Pribumi karena menilai pola hidup mereka tidak sehat dan membawa penyakit berkembang lebih luas. Hal tersebut tidak sepenuhnya benar.Dalam salah satu suratnya, Kartini menyebut wabah yang terjadi akibat ketidakmampuan pemerintah dalam menyejahterakan, memberikan pendidikan kesehatan kepada rakyatnya.

Uraian mengenai kejadian wabah penyakit di masa lalu mungkin hanya terbenam dalam catatan kaki pada buku laporan jurnal kedokteran atau ilmu kesehatan. Selama ini kajian mengenai suatu penyakit dan wabah memang selalu dilekatkan pada ilmu kedokteran dan kesehatan. Ketika diteliti dengan sudut pandang kesejarahan, hal tersebut ternyata dapat memiliki makna sosial yang luas karena penaklukan manusia terhadap suatu penyakit merupakan bagian dari perkembangan peradaban manusia .

Tulisan ini akan menggambarkan secara singkat kejadian wabah pes yang pernah terjadi di  Malang tahun 1911 hingga dinyatakan telah bebas wabah pada 1916. Pembicaraan mengenai wabah penyakit tidak melulu berbicara seputar permasalahan kesehatan dan kebijakan penanggulangan epidemi,tetapi juga bisa menghadirkan kehidupan domestik masyarakat, urbanisasi, pengetahuan lokal,dan sentimen rasial dalam ranah kehidupan sosial masyarakat. 

Dengan memperhatikan kehidupan sehari-hari masyarakat, maka bisa diperoleh konstruksi ataupun pemaknaan terhadap masa  lalu untuk kemudian direfleksikan pada fenomena lockdown wabah corona yang terjadi di Indonesia saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement