Ahad 17 May 2020 04:28 WIB

Keraguan Murid Ibnu Qayim Terhadap Karangan Gurunya

Mungkin Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H) menulis kitab ar-Ruh saat awal hidupnya.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Agus Yulianto
Warga berdoa di makam keluarganya di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Muslim. (Ilustrasi)
Foto: Makna Zaezar/ANTARA
Warga berdoa di makam keluarganya di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Muslim. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kitab Ar-Ruh menjadi titik balik bagi para murid terdekatnya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 75H). Mualim yang dianggap kredibel dalam semua ilmu dan mewakili ulama salaf pada masanya ini, dikecam oleh murid-muridnya karena berpendapat nyeleneh yang dituangkan dalam kitabnya Ar-Ruh. 

"Pendapat-pendapatnya Ibnu Qayim didengar, kitab-kitabnya dipelajari, fatwa-fatwanya diikuti. Setidaknya oleh kalangan yang hari ini menamakan diri sebagai pengikut manhajnya para salaf," kata Hanif Luthif,Lc.MA dalam bukunya "Menggugat Kitab ar-Ruh"

Ibnu Qayyim (w. 751H) yang dianggap cukup aneh dan nyeleneh oleh mereka. Ini karena Ibnu Qayyim dalam kitabnya ar-Ruh mengatakan bahwa para ulama salaf sepakat jika mayit bisa mendengar perkataan orang yang masih hidup dan mengetahui siapa yang menziarahinya.

"Dalam kitab itu, disebutkan pula adanya kesunnahan dan fadhilah ziarah kubur di hari Jumat, adanya kesunnahan dan fadhilah membaca Alquran khususnya surah Yasin di kuburan, transfer bacaan Alquran kepada almarhum itu boleh dan sampai serta talqin mayit setelah dikebumikan juga termasuk kesunnahan," katanya.

Padahal hal-hal itu, kata Hanif, termasuk ritual yang dianggap sesat oleh kalangan yang menamakan diri pengikut manhaj salaf tadi. Dan oleh Ibnu Qayim dalam bukunya ar-Ruh ibadah tersebut malah dianggap sunnah oleh seorang yang menjadi panutan dalam bermanhaj salaf.

Maka beberapa kalangan tersebut tak rela jika Ibnu Qayyim (w. 751 H) berpendapat seperti itu. Maka, salah satu narasi yang dibangun adalah dengan  meragukan jika kitab ar-Ruh itu benar-benar ditulis oleh Ibnu Qayyim. 

"Ini keraguan pertama. Dan kemungkinan kedua, kitab ar-Ruh itu ditulis saat awal-awal belajar agama, sebelum kenal Ibnu Taimiyyah (w. 751 H)," katanya.

Benarkah klaim itu. Ustaz Hanif menyampaikan seperti disampaikan Albani (w. 1420 H) adalah ulama yang meragukan jika kitab ar-Ruh itu benar-benar dikarang oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H). Ibnu Qayyim (w. 751 H) menyebutkan bahwa mayit bisa mendangar perkataan orang yang masih hidup dan mengetahui siapa yang menziarahinya itu menjadikan Albani (w. 1420 H) sangat ragu.

"Jika ar-Ruh itu adalah tulisan dari Ibnu Qayyim dan atau kitab itu dikarang saat masih muda, awal-awal belajar agama," kata Hanif, seperti yang disampaikan Albani.

Ustaz Hanif mengatakan, untuk menjawab keraguan bahwa kitab ar-Ruh karangan Ibnu Qayim itu, ada sebuah kitab berjudul "al-Ayat al-Bayyinah fi Adam Sama' al-Amwat; ayat-ayat yang jelas tentang tak mendengarnya orang yang wafat" karya Nu'man bin Mahmud al-Alusi (w. 1317 H). 

Ketika Albani (w. 1420 H) mentahqiq kitab tersebut, beliau menyebutkan, "Karena hal ini (mayit bisa mengetahui peziarahnya) dan lainnya maka Saya sangat ragu bahwa kitab ar-Ruh ini ditulis oleh Ibnu Qayyim. Atau mungkin ditulis saat awal mencari ilmu."

Keraguan itu muncul karena kitab ar-Ruh dianggap oleh Albani (w. 1420 H) memuat hal-hal yang aneh dan ajaib, baik riwayat maupun pendapatnya. Albani (w. 1420 H) menyebutkan, "Dari kitab ar-Ruh yang dinisbatkan kepada Ibn Qayyim, di dalamnya terdapat hal-hal yang aneh dan ajaib baik riwayat ataupun pendapatnya," katanya.

Ia menuturkan, pernyataan Ibnu Qayyim (w. 751 H) tentang mayit bisa mengetahui orang yang menziarahinya itu dianggap jauh dari dasar-dasar ilmiyyah dan kaidah-kaidah salafiyyah yang Albani (w. 1420 H) pelajari dari Ibnu Qayyim (w. 751 H) dan Ibnu Taimiyyah (w. 728 H).

Dalam bahasa lain, harusnya salafiyyah tidak begitu, harusnya Ibnu Qayyim dan Ibnu Taimiyyah tidak begitu. Albani (w. 1420 H) menyebutkan,  "Hal paling aneh yang dari dalil bahwa mayit bisa mengetahui orang yang menziarahinya adalah apa yang disampaikan Ibnu Qayyim dalam kitabnya ar-Ruh. Hal itu karena saya meyakini keanehan dan jauhnya dari dasar-dasar ilmiah dan kaidah salafiyyah yang kita pelajari dari Ibnu Qayyim dan gurunya; Ibnu Taimiyyah. Itu lebih mirip perkataan ahli ra'yu dan qiyasiyyin yang menyamakan suatu yang ghaib dengan sesuatu yang tampak, menyamakan pencipta dengan yang diciptakan. Ini adalah qiyas yang batil dan rusak" .

Tak hanya itu, Albani (w. 1420 H) menganggap bahwa kitab ar-Ruh itu serupa dengan kitab yang dikarang oleh orang yang lagi mulai belajar ilmu, yang terburu-buru, tergopoh-gopoh dan kacau dalam malam gelap.

Dalam kesempatan lain, suatu ketika Albani (w. 1420 H) ditanya tentang kitab ar-Ruh. Beliau menjawab: Pertanyaan: Apakah kitab ar-Ruh itu bisa dipegang kebenarannya?

Jawab Albani: Tidak bisa dipegang kebenarannya. Meski Ibnu Qayyim bagi kita sangat berharga, tapi kitab ar-Ruh; jika benar penisbatannya kepada dia maka kitab itu seperti dikarang anak yang baru belajar ilmu, yang terburu-buru, tergopoh-gopoh dalam malam gelap.

Mungkin Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H) menulis kitab ar-Ruh itu saat awal-awal hidupnya, saat masih belum kenal Ibnu Taimiyyah (w. 728 H). Albani (w. 1420 H) menyebut:

"Yang tampak, jika saja penisbatan kitab ar-Ruh kepada Ibnu Qayyim itu benar, maka itu ditulis saat masih awal-awal menulis. Maksudnya saat masih belum terlepas dari taklid, jumudnya pemikiran, madzhab dan khurafat."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement