Jumat 15 May 2020 21:21 WIB

LPS Jadi Penjamin Penyaluran Likuiditas dari Bank Penyangga

Pemerintah menunjuk bank jangkar sebagai penyangga likuiditas perbankan.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja melintas saat melakukan aktifitas di kantor Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jakarta.
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pekerja melintas saat melakukan aktifitas di kantor Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bank-bank yang selama ini menjadi supplier di Pasar Keuangan Antar Bank (PUAB) akan menjadi Bank Jangkar atau bank peserta. Adapun tujuan penunjukan Bank Jangkar atau bank peserta sebagai penyedia likuiditas bagi bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas akibat Covid-19.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan Bank Jangkar atau bank peserta akan menerima penempatan dana dari Kementerian Keuangan dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Baca Juga

“Nanti akan ada LPS. Jadi apabila bank pelaksana tidak bisa mengembalikan, nanti LPS akan memprosesnya. Ini skema yang pinjam bank pelaksana langsung. Gimana kalau BPR dan lembaga non bank? BPR akan ke BPD dan dianggap bank pelaksana yang restruktur jadi underlying untuk digadaikan kepada bank peserta," ujarnya saat video conference, Jumat (15/5).

Wimboh menjelaskan skema bantuan likuiditas dipenuhi dari kapasitas internal bank terlebih dahulu melalui gadai atau Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Negara (SBN) atau Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJB) yang dimiliki Bank Indonesia, sebelum mengajukan permintaan bantuan likuiditas dari pemerintah.

“Langkah ini dijalankan jika bank pelaksana sudah mentok dari sisi likuiditas dan kondisinya sudah tak memungkinkan lagi melakukan Repo atau gadai,” ucapnya.

Adapun skema penyangga likuiditas sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). "Ini kita sediakan apabila ada bank yang membutuhkan, kalau tidak ada ya Alhamdulillah. Ini adalah skemanya, dari pemerintah ditempatkan bank besar dan nanti ke bank pelaksana dialirkan dan mereka bisa menggadaikan kredit ke bank peserta dan metodenya mengajukan kepada bank pemerintah," jelasnya.

Wimboh pun menegaskan tugas Bank Jangkar atau bank peserta tidak akan membebani likuiditas bank. Selain risikonya terjaga dengan penjaminan LPS, bank jangkar juga dimungkinkan sebagai bank pelaksana.

Bank jangkar atau bank peserta pun juga akan mendapatkan margin dari penyaluran bantuan likuiditas. Adapun skema penyangga likuiditas ini bank pelaksana mengajukan proposal penyangga likuiditas kepada bank peserta. Bagi perusahaan pembiayaan dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga bisa mengajukan proposal penyangga likuiditas kepada bank pelaksana.

“Risiko kredit dari penempatan likuiditas ke bank pelaksana dimitigasi dengan agunan kredit lancar dan dijamin oleh LPS. Bagi perusahaan pembiayaan dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga bisa mengajukan proposal penyangga likuiditas kepada bank pelaksana,” jelasnya.

“Di dalam PP 23 itu, disebutkan bank peserta  bisa memberikan ruang pinjaman ke bank lain atau bank pelaksana dengan underlying-nya atau dengan jaminannya kredit-kredit yang direstrukturisasi,” jelasnya.

Kemudian muncul pertanyaan terkait risiko apabila bank pelaksana tidak bisa mengembalikan dana ke bank peserta. “Risikonya di siapa? Ini pertanyaan penting, sudah dibahas dengan menteri keuangan akan ada penjaminan LPS,” tegasnya.

Nantinya Kementerian Keuangan akan menempatkan sejumlah dana menjadi deposito di Bank Jangkar atau bank peserta. Dana ini bersumber dari penerbitan surat utang yang akan diserap oleh Bank Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement